Keuangan

Perubahan Arah Dana Asing, 2026 Bisa Mengubah Nasib BBCA dan BMRI

Advertisement

Sepanjang 2025, investor asing ramai-ramai melepas saham bank jumbo. BBCA, BMRI, hingga BBRI jadi “korban” arus keluar dana. Tapi, apakah cerita ini akan berlanjut di 2026? Atau justru menjadi momen balik arah yang menarik untuk dicermati sejak sekarang?

Jika melihat data Bursa Efek Indonesia (BEI), 2025 bukan tahun yang ramah bagi saham perbankan besar. Hingga jelang akhir tahun, pasar saham Indonesia mencatatkan net sell asing Rp26,35 triliun. Porsi terbesar datang dari sektor perbankan.

BBCA menjadi saham yang paling banyak dilepas investor asing dengan net sell Rp27,2 triliun. Menyusul BMRI yang mencatat Rp13,83 triliun, lalu BBRI sebesar Rp7,93 triliun dan BBNI Rp4,24 triliun. Di luar sektor bank, tekanan jual asing juga terlihat pada saham seperti BUMI dan BREN.

Tekanan ini bukan tanpa sebab. Menurut Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, suku bunga global yang masih tinggi sepanjang 2025 membuat investor asing cenderung menahan risiko dan memindahkan dana ke instrumen yang dianggap lebih aman. Saham bank jumbo, meski fundamentalnya solid, ikut terdampak oleh sentimen tersebut.

Menariknya, di penghujung 2025, arah angin mulai terasa berbeda. Setelah hampir setahun berada di bawah tekanan jual, beberapa saham bank besar justru mulai mencatatkan net buy asing.

BMRI, misalnya, membukukan net buy Rp3,15 triliun dalam sebulan terakhir. BBCA juga mulai kembali dilirik dengan net buy sekitar Rp451 miliar. Angka ini memang belum sebesar arus keluar sebelumnya, tetapi cukup untuk menjadi sinyal awal bahwa investor asing mulai melakukan rebalancing.

Ekky menilai kondisi ini sebagai fase awal kembalinya minat asing ke saham-saham berkapitalisasi besar, setelah sebelumnya banyak dana berputar ke sektor non-bank.

Klik BBCA untuk update berita tentang BBCA dan saham lainnya!

Mengapa 2026 Berpotensi Jadi Tahun Comeback?

Bbca Hari Ini
harga saham BBCA hari ini 19 Desember 2025

Ada setidaknya tiga faktor utama yang membuat saham bank jumbo berpeluang kembali menarik bagi investor asing pada 2026.

1. Harapan Penurunan Suku Bunga Global

Perbankan adalah sektor yang sangat sensitif terhadap arah suku bunga. Jika The Fed benar-benar masuk ke fase pelonggaran yang lebih konsisten, biaya dana akan turun dan margin bunga berpotensi membaik.

“Dalam kondisi seperti ini, investor global biasanya kembali ke saham-saham yang likuid dan defensif seperti BBCA, BMRI, dan BBRI,” ujar Ekky.

Advertisement

2. Dukungan Makro Domestik

Dari dalam negeri, kombinasi antara stabilitas rupiah, prospek pertumbuhan kredit, serta peluang penurunan BI Rate menjadi modal penting. Bank jumbo punya skala dan daya tahan yang lebih kuat untuk memanfaatkan pemulihan margin dan menjaga kualitas aset, dibandingkan bank lapis kedua.

3. Valuasi yang Mulai Menarik

Setelah tertekan sepanjang 2025, valuasi BBCA dan BMRI kini berada di bawah rata-rata historisnya. Artinya, ruang re-rating cukup terbuka jika laba kembali tumbuh positif pada 2026. Kondisi ini membuat arus masuk asing berpotensi lebih stabil dan terarah, bukan sekadar spekulatif jangka pendek.

Pandangan senada disampaikan Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer. Menurutnya, arus dana asing pada 2026 tidak akan seagresif masa euforia, melainkan lebih selektif dan berbasis fundamental.

Ia menilai meredanya ketidakpastian suku bunga global serta ekspektasi pelonggaran moneter lanjutan dari The Fed dan Bank Indonesia menjadi faktor pendukung utama. Indikasi kembalinya dana asing ke bank jumbo, kata Miftahul, sudah mulai terlihat sejak akhir 2025.

“Kami melihat masuknya kembali dana asing ke BBCA dan BMRI sebagai sinyal awal rebalancing. Ini berpotensi berlanjut pada 2026 jika katalis seperti pertumbuhan kredit, kualitas aset, dan margin profitabilitas benar-benar membaik,” ujarnya.

Baca juga: IHSG Terkoreksi Tipis 0,29% di Tengah Penguatan Bursa Asia, Dua Saham Melesat Sentuh Batas ARA

Risiko Tetap Ada, Tapi Arah Mulai Jelas

Meski prospeknya membaik, 2026 tetap bukan tanpa risiko. Stabilitas nilai tukar rupiah, arah kebijakan suku bunga global, prospek ekonomi Indonesia, hingga dinamika perang dagang global akan sangat memengaruhi keputusan investor asing.

Namun satu hal yang mulai terlihat jelas: setelah tekanan berat di 2025, saham bank jumbo tidak lagi dipandang sebagai sektor yang harus dihindari. Justru, bagi investor jangka menengah-panjang, fase ini bisa menjadi titik awal untuk mencermati peluang.

Apakah 2026 akan menjadi tahun kebangkitan BBCA dan BMRI? Dengan sinyal rebalancing yang mulai muncul, jawabannya semakin menarik untuk diikuti. Pantau pergerakan dana asing, cermati arah suku bunga, dan pastikan keputusan investasimu berbasis data bukan sekadar ikut arus.

Klik mureks untuk tahu artikel menarik lainnya!

Advertisement