PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) meluncurkan program relaksasi dan restrukturisasi pembiayaan bagi nasabah di Aceh yang terdampak bencana. Langkah ini merupakan wujud komitmen BSI dalam memberikan perlindungan dan keringanan kepada debitur di tengah kondisi force majeure. Program ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait mitigasi penanganan restrukturisasi pembiayaan masyarakat di Sumatra, khususnya Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatera Utara, yang terdampak bencana alam hidrometeorologi.
Direktur Utama BSI, Anggoro Eko Cahyo, menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban nasabah agar dapat bangkit kembali. “BSI berkomitmen selalu hadir mendampingi nasabah, khususnya di saat-saat sulit. Program relaksasi pembiayaan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi nasabah untuk fokus pada pemulihan, tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian dan ketentuan yang berlaku,” ujar Anggoro pada Kamis (18/12/2025).
Anggoro menjelaskan, bank dengan kode saham BRIS ini memberlakukan tiga fase penanganan nasabah terdampak, selaras dengan kebijakan pemerintah.
Fase Penanganan Debitur Terdampak Bencana
- Fase Pertama: Restrukturisasi kolektif berupa pemberian masa tenggang (grace period) mulai Desember 2025 hingga Maret 2026. Nasabah yang memenuhi kriteria akan diberikan kelonggaran penundaan pembayaran angsuran pembiayaan.
- Fase Berikutnya: Relaksasi dalam bentuk restrukturisasi melalui program penjadwalan ulang (rescheduling). Restrukturisasi ini akan dilakukan secara selektif.
Program penjadwalan ulang tersebut akan menyasar segmen UMKM, ritel, dan konsumer. Penilaian akan mempertimbangkan profil risiko, prospek usaha, serta kemampuan bayar nasabah, sesuai dengan ketentuan regulator yang berlaku.
Hingga September 2025, total pembiayaan BSI tercatat mencapai Rp 301 triliun. Portofolio pembiayaan didominasi oleh segmen konsumer dan ritel, yang menyumbang sekitar 72,42% dari total pembiayaan. Kualitas pembiayaan BSI juga terjaga dengan indikasi rasio NPF (Non-Performing Financing) gross sebesar 1,86%. Angka ini menunjukkan bahwa secara bankwide, pembiayaan BSI tumbuh solid dan sehat.
BSI terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kementerian, serta berbagai instansi terkait, termasuk pemerintah daerah dan lembaga penanggulangan bencana. Koordinasi ini dilakukan untuk memastikan setiap opsi relaksasi diarahkan secara hati-hati dan selaras dengan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG).
Anggoro berharap masyarakat terdampak bencana dapat segera pulih dan bangkit. BSI menganjurkan nasabah terdampak bencana di wilayah Aceh untuk segera menghubungi kantor cabang BSI terdekat atau layanan BSI Call Center 14040 guna memperoleh informasi lebih lanjut mengenai mekanisme dan persyaratan program relaksasi pembiayaan ini.
Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSI juga menghimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap segala bentuk modus penipuan yang mengatasnamakan BSI, seperti permintaan data pribadi dan rahasia ataupun penawaran pemberian hibah.






