Jakarta, Kamis (18/12/2025) – Harga emas dunia diproyeksikan akan terus melambung tinggi pada tahun 2026. Analis dari BMO Capital Markets optimistis logam mulia ini akan mencapai rata-rata US$ 4.600 per troy ons, merevisi naik prediksi sebelumnya sebesar US$ 4.550 per ons.
Proyeksi kenaikan signifikan ini disampaikan setelah harga emas global mencatat lonjakan lebih dari 65% sepanjang tahun 2025. BMO Capital Markets melihat sejumlah pemicu kuat yang akan menopang reli emas hingga tahun depan.
Pemicu Kenaikan Harga Emas
Menurut analis BMO Capital Markets, kinerja emas yang lebih baik pada tahun 2026 akan didukung oleh beberapa faktor utama. Kondisi perekonomian di Amerika Serikat, pelemahan nilai dolar AS, serta ekspektasi luas seputar penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) menjadi pendorong utama.
Mereka mengantisipasi bahwa kebijakan penurunan suku bunga The Fed pada tahun depan akan berdampak pada penurunan nilai dolar AS. Dolar AS dinilai tetap rentan terhadap perdagangan penurunan nilai mata uang global, terutama karena tingkat utang yang terus meningkat.
“Kami masih percaya bahwa reli emas selama bertahun-tahun masih jauh dari selesai karena logam mulia ini terus diuntungkan oleh kombinasi pendorong jangka pendek yang kuat (kekhawatiran inflasi) dan pendorong jangka panjang (ekspektasi penurunan nilai mata uang), dan kami masih memperkirakan kenaikan hingga tahun 2026, dibantu oleh penurunan suku bunga lebih lanjut,” demikian pernyataan analis di BMO Capital Markets.
Dampak Isu Dedolarisasi
Selain faktor makroekonomi, para analis juga menyoroti tren baru yang disebut “dedolarisasi” sebagai salah satu pendorong permintaan emas. Fenomena ini terbagi menjadi dua jenis.
- Dedolarisasi Geopolitik: Didorong oleh entitas yang termotivasi untuk mengurangi eksposur terhadap dolar AS. Hal ini bisa disebabkan oleh ancaman sanksi (misalnya, Rusia) atau upaya mengurangi ketergantungan pada sistem perdagangan dolar AS (misalnya, China). Pembelian emas seringkali menjadi langkah penting dalam konteks ini.
- Lindung Nilai Dedolarisasi: Dipicu oleh ancaman penurunan nilai moneter yang semakin meningkat, yang bersumber dari utang negara yang terus bertambah.
“‘Dedolarisasi geopolitik’ didorong oleh entitas yang diberi insentif untuk mengurangi eksposur dolar AS karena ancaman sanksi (misalnya, Rusia) atau untuk mengurangi ketergantungan pada sistem perdagangan dolar AS (misalnya China), dengan pembelian emas seringkali menjadi langkah penting. Sebaliknya, ‘lindung nilai dedolarisasi’ didorong oleh ancaman penurunan nilai moneter yang semakin meningkat, yang berasal dari meningkatnya utang negara,” jelas analis di BMO Capital Markets.






