Keuangan

Pemerintah Tetapkan Formula UMP 2026, Menaker Pastikan Upah Minimum Tak Akan Turun

Advertisement

Pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan formulasi baru Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan menjadi acuan untuk tahun 2026. Formula ini menggabungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan indeks Alfa.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengumumkan di Jakarta pada Rabu (17/12/2025) bahwa indeks Alfa dalam ketentuan terbaru untuk pengupahan tahun 2026 mengalami kenaikan signifikan, dari rentang 0,1-0,3 menjadi 0,5-0,9. Formula yang diperbarui ini juga telah mengakomodasi kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai salah satu komponen dalam indeks Alfa.

Dasar Penetapan Formula UMP 2026

Yassierli menjelaskan, penetapan formula UMP 2026 didukung oleh berbagai kajian mendalam. Presiden Prabowo juga telah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk perwakilan pekerja dan pelaku usaha, sebelum menetapkan rumusan tersebut.

“Akhirnya beliau menetapkan bahwa ada rumusan formula, yang kemudian menjadi acuan dalam PP Pengupahan tersebut,” jelas Menaker Yassierli dalam konferensi pers pada Rabu (17/12/2025).

Dengan merujuk pada data inflasi tahunan hingga November 2025 dan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025 dari Badan Pusat Statistik (BPS), serta besaran UMP 2025 dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk masing-masing provinsi, rincian perkiraan UMP 2026 telah tersedia.

Advertisement

Jaminan Upah Minimum Tidak Turun

Dalam kesempatan yang sama, Menaker Yassierli juga menegaskan komitmen pemerintah bahwa upah minimum pekerja tidak akan mengalami penurunan. Ia memastikan hal ini berlaku bahkan untuk daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

“Jadi tidak ada tentu istilahnya upahnya turun. Kalau pertumbuhan ekonominya negatif, maka Dewan Pengupahan Daerah tentu mempertimbangkan kenaikan berdasarkan inflasi,” kata Yassierli.

Kenaikan upah minimum akan tetap terjadi, meskipun pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tercatat negatif. Berdasarkan data BPS, dua provinsi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan III-2025, yaitu Provinsi Papua Barat (-0,13%) dan Provinsi Papua Tengah (-16,11%). Sebaliknya, besaran peningkatan upah juga akan disesuaikan secara proporsional jika pertumbuhan ekonomi di suatu daerah bergerak cukup tinggi, seperti yang terjadi di Maluku Utara (39,10%).

Menaker Yassierli menyatakan keyakinannya terhadap Dewan Pengupahan Daerah dalam mengambil keputusan. “Kami sangat yakin Dewan Pengupahan Daerah punya data, tahu kalau pertumbuhan ekonomi itu tinggi, dan kalau tinggi itu disebabkan oleh apa, kemudian sektor mana yang dominan,” demikian terang Menaker.

Advertisement