Keuangan

Mirah Sumirat: “Kami Kecewa, Rumus UMP 2026 Tidak Jamin Kebutuhan Hidup Layak Pekerja dan Keluarga”

Advertisement

Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026. Formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 tersebut dinilai tidak merepresentasikan serta tidak memberikan kepastian terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja.

Presiden Aspirasi, Mirah Sumirat, pada Kamis (18/12/2025) menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/2023 telah mengamanatkan upah minimum harus mengandung prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan. Namun, prinsip tersebut tidak terlihat dalam PP 49 Tahun 2025 yang menetapkan formulasi UMP berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan koefisien (alpha 0,5–0,9).

“Kami kecewa atas keputusan tersebut bahwa rumus tersebut tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak bagi pekerja dan keluarganya,” ucap Mirah.

Mirah juga menyoroti keterlambatan penetapan kebijakan pengupahan yang seharusnya sudah diputuskan pada November 2025, namun baru dilakukan menjelang akhir Desember. Menurutnya, proses pembahasan yang panjang seharusnya menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada pekerja, bukan kenaikan upah yang minimal.

“Dalam kondisi harga pangan, transportasi, listrik, BBM, pendidikan, dan kesehatan yang terus meningkat, Mirah menilai kenaikan upah minimum tanpa pengendalian biaya hidup akan menjadi sia-sia dan tidak berdampak nyata terhadap kesejahteraan pekerja,” kata Mirah.

Mirah mengingatkan bahwa pelimpahan penetapan UMP kepada pemerintah daerah berpotensi memicu gelombang kekecewaan dan aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Situasi ini dinilai tidak kondusif bagi stabilitas hubungan industrial dan iklim ketenagakerjaan nasional.

Advertisement

Atas dasar itu, Aspirasi mendesak pemerintah untuk meninjau ulang rumus penetapan upah minimum agar benar-benar menjamin KHL. Selain itu, pemerintah juga diminta mengendalikan harga kebutuhan pokok dan layanan dasar agar kenaikan upah tidak tergerus inflasi, serta melibatkan serikat pekerja secara bermakna dan substantif dalam setiap proses pengambilan kebijakan pengupahan.

“Kami berharap kebijakan pengupahan ke depan mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kesejahteraan bagi pekerja, sekaligus menjaga hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan,” jelas Mirah.

Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sebelumnya memastikan bahwa penggodokan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan dilakukan dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini mencakup serikat buruh, serikat pekerja, hingga pengusaha.

“Kami mendengar aspirasi dari berbagai pihak, dari serikat pekerja, serikat buruh, dari para pengusaha. Kami juga melakukan kajian akademik, terutama salah satu poin yang penting adalah terkait dengan KHL. Bagaimana menghitung, mengestimasi kebutuhan hidup layak,” ucap Yassierli.

Advertisement