Pemerintah berencana menerapkan instrumen fiskal baru berupa bea keluar (BK) untuk komoditas emas mulai tahun depan. Kebijakan ini bertujuan memastikan ketersediaan pasokan dalam negeri, menjaga stabilitas harga, sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, kebijakan bea keluar emas merupakan respons terhadap kompleksitas tantangan penerimaan sektor mineral beberapa tahun terakhir. “Upaya optimalisasi penerimaan sektor mineral masih menghadapi berbagai tantangan, seperti volatilitas harga komoditas, transisi menuju energi hijau, serta kebutuhan mempertahankan penerimaan negara,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/12/2025).
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah akan memanfaatkan instrumen fiskal tambahan, termasuk rencana penerapan bea keluar atas ekspor emas dan batu bara. Purbaya menjelaskan, bea keluar emas diharapkan mendorong peningkatan nilai tambah di dalam negeri atau hilirisasi.
Lebih lanjut, kebijakan ini juga ditujukan untuk memperkuat tata kelola rantai emas nasional, mendukung pembentukan ekosistem bank emas (bullion bank), dan meningkatkan penerimaan negara.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan cadangan emas terbesar keempat di dunia. Namun, tingkat produksi tambang emas menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
“Instrumen bea keluar emas diperlukan untuk menjamin suplai emas dalam negeri tetap aman,” ungkap Purbaya. Hal ini sejalan dengan Pasal 2A Undang-Undang Kepabeanan yang memungkinkan kebijakan bea keluar untuk beberapa tujuan.
Tujuan tersebut meliputi, pertama, menjamin pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Kedua, menjaga kelestarian sumber daya alam. Ketiga, mengantisipasi lonjakan harga internasional. Keempat, menstabilkan harga komoditas di dalam negeri.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap tata kelola ekspor emas dapat semakin ketat, pasokan domestik terjaga, dan penerimaan negara meningkat tanpa mengganggu target hilirisasi serta industri logam dalam negeri.






