Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tidak keberatan dengan rencana penyaluran pakaian reject atau batal ekspor dari perusahaan garmen untuk membantu korban bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Purbaya menegaskan, penyaluran tersebut dapat dilakukan asalkan bukan merupakan barang bekas impor ilegal atau balpres.
Persetujuan Menkeu
“Kan itu bukan barang ilegal,” ujar Purbaya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/12/2025). Ia menambahkan bahwa penyaluran pakaian reject ke wilayah bencana bisa saja diberlakukan. Purbaya mengaku belum menerima usulan resmi mengenai hal ini, namun ia memberikan lampu hijau agar wacana tersebut dapat terealisasi. Bahkan, Purbaya juga siap membebaskan pakaian tersebut dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Bisa lah, gampang, itu kan ada bencana, ada pengecualian,” tuturnya.
Wacana dari Mendagri
Wacana penyaluran pakaian reject ini sebelumnya diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam sidang kabinet pada Senin (15/12/2025). Presiden Prabowo Subianto dilaporkan telah menyetujui penyaluran 125.000 potong pakaian reject atau batal ekspor dari pabrik garmen dalam negeri sebagai bantuan kemanusiaan.
Dalam laporannya kepada presiden, Mendagri Tito Karnavian menyebutkan bahwa dua perusahaan garmen di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) telah berkoordinasi untuk menyalurkan pakaian gagal ekspor yang masih layak pakai. “Kami mohon dukungan dari bapak menteri keuangan dan juga bapak menteri perdagangan ini supaya bisa dikirimkan secepat mungkin 125.000 pakaian ini,” kata Tito.
Penyaluran pakaian reject yang masih layak pakai ini merupakan upaya percepatan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh yang terdampak bencana.






