Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia. SEB bernomor SE-3/MK.08/2025 dan 900.1.1/9902/SJ ini mengatur pemenuhan belanja yang bersifat wajib dan mengikat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2026.
Surat edaran yang ditetapkan sejak 9 September 2025 ini menjelaskan bahwa sehubungan dengan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) 2026, pemerintah daerah perlu menyesuaikan belanja APBD untuk program-program prioritas pemerintah. Penyesuaian ini dilakukan di samping alokasi untuk belanja pegawai dan operasional pemda, selaras dengan fungsi APBN 2026.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
APBN 2026 Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Dalam SEB tersebut, kedua menteri mengutip, “APBN Tahun Anggaran 2026 diarahkan untuk mendukung program-program prioritas Pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh daerah, serta memperkuat sinergi belanja Pemerintah Pusat dan daerah.”
Belanja negara dalam APBN 2026 terdiri dari Belanja Pusat sebesar Rp 1.377,9 Triliun yang dialokasikan untuk mendanai Program Prioritas Strategis Pemerintah, serta Belanja TKD sebesar Rp 693,0 Triliun yang utamanya untuk memenuhi belanja pegawai dan operasional pemerintahan daerah.
Terkait dengan TKD 2026, SEB ini merinci bahwa belanja daerah yang berasal dari TKD dengan penggunaan yang telah ditentukan harus dianggarkan dan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara itu, belanja daerah dari TKD yang tidak ditentukan penggunaannya harus diprioritaskan untuk pemenuhan belanja yang bersifat wajib dan mengikat, serta belanja yang bersifat dukungan terhadap Program Prioritas Pemerintah.
Belanja yang bersifat wajib mencakup pendanaan pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, serta kewajiban lainnya seperti pembayaran iuran pensiun, iuran jaminan kesehatan, cicilan pokok dan bunga pinjaman, alokasi dana desa, dan kewajiban kepada pihak ketiga.
Adapun belanja yang bersifat mengikat adalah belanja yang dibutuhkan secara terus-menerus dan harus dialokasikan secara cukup setiap bulan dalam tahun anggaran, seperti belanja pegawai, serta belanja barang dan jasa untuk pemeliharaan dan operasional pemerintahan.
Untuk belanja yang bersifat dukungan terhadap Program Prioritas Pemerintah, yang tidak ditentukan penggunaannya saat penganggaran dan harus digunakan untuk belanja bersifat wajib maupun mengikat, meliputi program-program seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih, Subsidi, Preservasi Jalan dan Jembatan, Perumahan, serta Sekolah Rakyat.
Kedua menteri juga menekankan pentingnya sinergi. “Pemerintah Daerah agar bersinergi dengan kementerian/lembaga, khususnya terkait pengusulan dan penyelarasan dengan prioritas pembangunan di daerah,” tulis mereka dalam SEB.
Mekanisme Pemenuhan Belanja Wajib dan Mengikat
Untuk memenuhi belanja yang bersifat wajib dan mengikat, Purbaya dan Tito mengatur tata cara sebagai berikut:
- Melakukan efisiensi dan pengalihan dari alokasi belanja yang tidak prioritas, antara lain:
- Belanja kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.
- Belanja perjalanan dinas atau belanja lainnya yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.
- Belanja hibah dalam bentuk uang, barang, maupun jasa termasuk kepada instansi vertikal.
- Memanfaatkan sumber pendapatan lainnya di luar alokasi TKD TA 2026 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah juga diminta untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui ekstensifikasi, intensifikasi, dan inovasi tata kelola PAD. Upaya ini harus berorientasi pada pendorong pertumbuhan dan kemajuan kegiatan perekonomian di daerah guna memperluas dan memperkuat basis PAD secara berkelanjutan. Selain itu, peningkatan basis data potensi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan kajian potensi penerimaan pendapatan daerah juga ditekankan, dengan tetap mempertimbangkan tingkat kemampuan membayar masyarakat.
Pedoman Penyusunan APBD TA 2026
SEB ini juga memuat pedoman dalam rangka penyusunan APBD TA 2026, yaitu:
- Kepala Daerah dan DPRD wajib melaksanakan penyusunan APBD TA 2026 sesuai dengan matriks Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD sebagaimana tertuang dalam pedoman penyusunan APBD TA 2026.
- Untuk memenuhi amanat ketentuan peraturan perundang-undangan yang penyesuaian penerimaan dan/atau pengeluaran dalam rancangan Perda tentang APBD TA 2026, Kepala Daerah dan DPRD agar memasukkan substansi penyesuaian tersebut dalam masa pembahasan rancangan Perda tentang APBD.
- Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan rencana defisit APBD TA 2026 kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Dalam hal rencana defisit APBD tersebut dibiayai melalui Pembiayaan Utang Daerah dan melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Kepala Daerah wajib mengajukan permohonan persetujuan pelampauan batas maksimal defisit APBD kepada Menteri Keuangan.
- Persetujuan Bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap Ranperda APBD TA 2026 paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya TA berkenaan atau 30 November 2025, untuk selanjutnya dievaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditetapkan paling lambat 31 Desember 2025.
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, “Pemerintah Daerah melakukan penguatan iklim investasi dengan memberikan kemudahan perizinan berusaha, meningkatkan pelayanan publik, serta menjaga kepastian hukum dan stabilitas pada masing-masing daerah,” sebagaimana tertera dalam SEB.
SEB juga memperingatkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penetapan Kurang Bayar/Lebih Bayar Dana Bagi Hasil (KB/LB DBH) pada TA 2026 merupakan pengakuan utang dan piutang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, sehingga penganggaran KB/LB DBH dalam APBD TA 2026 belum dapat dilakukan. Penganggaran KB/LB DBH dalam APBD TA 2026 baru dapat dilakukan apabila Keputusan Menteri Keuangan (KMK) mengenai penyelesaian KB/LB DBH pada TA 2026 ditetapkan.
“Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah melakukan evaluasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah masing-masing terkait pelaksanaan surat edaran ini melalui rancangan Peraturan Daerah APBD TA 2026,” demikian tertulis dalam SEB Menkeu dan Mendagri.






