Jaksa Agung ST Burhanuddin melaporkan capaian signifikan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dan Kejaksaan Agung kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam laporannya, Burhanuddin menyebut total keuangan negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 6,62 triliun. Selain itu, negara juga berhasil menguasai kembali kawasan hutan seluas 4,08 juta hektare.
Laporan tersebut disampaikan Burhanuddin, yang juga menjabat Wakil Ketua Pengarah Satgas PKH, dalam acara penyerahan hasil penyelamatan keuangan negara di Kantor Pusat Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (24/12/2025). Satgas PKH sendiri dibentuk oleh Presiden pada awal tahun ini.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Penyelamatan Keuangan Negara dan Penguasaan Kembali Hutan
Dari total kawasan hutan yang berhasil dikuasai, Burhanuddin merinci bahwa Satgas PKH akan menyerahkan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 896,96 ribu hektare kepada negara melalui Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait. Sebanyak 240,57 ribu hektare di antaranya, yang berasal dari 123 subjek hukum di enam provinsi, akan diserahkan kepada Agrinas melalui Kementerian Keuangan dan Danantara.
“Dari Satgas PKH, ke Kementerian Keuangan, selanjutnya ke Danantara, dan kemudian diserahkan kepada Agrinas seluas 240,57 ribu hektare dari 123 subjek hukum yang tersebar di enam provinsi,” kata Burhanuddin.
Selain itu, lahan seluas 688,42 ribu hektare yang tersebar di sembilan provinsi juga akan diserahkan untuk dipulihkan kembali sebagai hutan. Penyelamatan keuangan negara sebesar Rp 6,62 triliun terdiri dari dua sumber utama.
- Rp 2,34 triliun berasal dari penagihan denda administratif kehutanan oleh Satgas PKH, melibatkan 20 perusahaan sawit dan perusahaan tambang nikel.
- Rp 4,28 triliun merupakan hasil penyelamatan keuangan negara dari tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung, termasuk perkara dugaan korupsi fasilitas ekspor CPO dan impor gula.
Untuk tahun 2026, Burhanuddin juga melaporkan potensi penerimaan denda administratif yang signifikan. Potensi denda dari aktivitas perkebunan sawit diperkirakan mencapai Rp 109,6 triliun, sementara dari administrasi tambang sebesar Rp 32,63 triliun.
Pemulihan Taman Nasional Tesso Nilo dan Penanganan Banjir Sumatera
Dalam kesempatan yang sama, Burhanuddin juga memaparkan langkah-langkah strategis Satgas PKH dalam memulihkan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNT) di Riau. Upaya ini mencakup relokasi penduduk yang dimulai dengan pendataan.
Data menunjukkan terdapat 7 pemukiman masyarakat di 7 desa dalam TNT, dengan jumlah penduduk 5.733 kepala keluarga (KK) atau 22.183 jiwa. Fasilitas yang terdata meliputi 573 bangunan rumah, 12 sekolah, 52 rumah ibadah, dan 12 fasilitas kesehatan. Sebanyak 1.465 orang dari 95 KK telah didaftarkan untuk mengikuti program relokasi. Satgas PKH telah menyiapkan lahan seluas 8.077 hektare untuk tujuan ini. Relokasi tahap 1 telah dilaksanakan pada 20 Desember 2025, melibatkan 227 KK dari lahan perkebunan sawit seluas 6.330,78 hektare.
Selain itu, Jaksa Agung turut menyampaikan hasil penanganan bencana banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Identifikasi Satgas PKH menemukan sejumlah besar entitas, korporasi, dan perorangan yang memicu bencana tersebut. Klarifikasi telah dilakukan terhadap 27 perusahaan di tiga provinsi.
Berdasarkan hasil klarifikasi dan analisis pusat riset interdisipliner ITB, ditemukan korelasi kuat bahwa banjir besar di Sumatera bukan hanya fenomena alam biasa. “Sehingga dampak hilangnya tutupan vegetasi di hulu, daerah aliran sungai yang menyebabkan daya serap tanah berkurang. Aliran air permukaan meningkat tajam akibat hujan ekstrim dan banjir bandang hingga permukaan air meluber ke permukaan,” papar Burhanuddin.
Satgas PKH merekomendasikan kelanjutan investigasi terhadap semua subjek hukum yang dicurigai di Sumut, Aceh, dan Sumbar. Proses ini akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Polri, untuk menghindari tumpang tindih pemeriksaan dan mempercepat penuntasan kasus secara efektif.
“Hukum harus tegak dan penegakan hukum yang tegas diperlukan sebuah rangka penjaga sebagai nasional. Kita pastikan bahwa kehutanan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugerah yang dimiliki bangsa Indonesia harus dikelola dan dilestarikan untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir kelompok orang,” tegas Burhanuddin.






