Indonesia akan tetap membuka keran impor untuk sejumlah komoditas pangan sebagai bahan baku industri pada tahun 2026. Total kuota impor yang ditetapkan mencapai 4,86 juta ton, meliputi gula, daging, hasil perikanan, dan pergaraman industri. Keputusan ini diambil setelah Rapat Penetapan Neraca Komoditas Pangan Tahun 2026 di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Tatang Yuliono, menjelaskan bahwa fokus pemerintah tahun depan adalah memenuhi kebutuhan industri. “Semua yang kita putuskan hari ini itu adalah usulan dari pelaku usaha kemudian diverifikasi oleh teman-teman kementerian/lembaga teknis terkait, dalam hal ini ada Kemenperin, ada Kementerian Pertanian dan ada kementerian KKP,” kata Tatang.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Untuk komoditas gula, pemerintah menetapkan kuota impor sebanyak 3.124.394 ton untuk gula industri dan 508.360 ton untuk gula Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Kawasan Berikat (KITE KB). Tatang menegaskan, “Konsumsi kita nggak ada impor. Jadi untuk konsumsi kita tidak ada impor.”
Selanjutnya, kuota impor daging lembu untuk kebutuhan industri ditetapkan sebesar 17.097,95 ton. Angka ini jauh di bawah usulan awal yang mencapai 297.097,95 ton. Sementara itu, komoditas hasil perikanan untuk bahan baku industri akan diimpor sebanyak 23.576,515 ton, yang mencakup hasil perikanan berbentuk kaleng hingga daging ikan segar.
Terakhir, kuota impor garam industri khusus untuk industri chlor alkali plant (CAP) ditetapkan sebesar 1.188.147 ton. Dengan demikian, secara akumulasi, total kuota impor yang dibuka untuk komoditas industri gula, daging lembu, hasil perikanan, hingga pergaraman, mencapai 4.861.574 ton.
Tatang berharap keputusan ini dapat memenuhi harapan industri. “Semoga keputusan ini itu bisa memenuhi daripada seluruh harapan baik industri. Kalau konsumsi kita hampir semuanya sudah swasembada,” ujarnya. Ia menambahkan, penetapan kuota impor garam dilakukan setelah perhitungan untuk memastikan apakah produksi garam domestik telah mencukupi kebutuhan nasional.
“Kita punya Perpres untuk swasembada garam sehingga saat ini yang boleh impor adalah terkait dengan garam CAP. Tapi kalau untuk garam non-CAP seperti garam aneka pangan dan garam farmasi itu menggunakan mekanisme keadaan tertentu dulu, ditetapkan dulu dihitung dulu apakah produksi dalam negeri ini sudah bisa mencukupi atau tidak,” jelas Tatang.
Kemenko Pangan akan menggelar rapat koordinasi lanjutan untuk menetapkan kebijakan tersebut. Penetapan keadaan tertentu akan menjadi dasar kebutuhan impor tambahan, meskipun kondisi tersebut belum ditetapkan hingga saat ini.





