Inflasi bulanan Indonesia pada November 2025 menunjukkan tren perlambatan setelah beberapa bulan sebelumnya mengalami kenaikan. Angka ini menjadi indikator penting respons kebijakan dan kondisi perekonomian menjelang akhir tahun.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bulanan (month-to-month/mtm) tercatat sebesar 0,17 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) naik dari 109,04 pada Oktober 2025 menjadi 109,22 di November 2025. Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi berada di angka 2,72 persen, sedikit menurun dari 2,86 persen pada bulan sebelumnya. Inflasi dari awal tahun hingga November (year-to-date/ytd) mencapai 2,27 persen.
Bank Indonesia (BI) mengonfirmasi bahwa inflasi November tetap terjaga dalam rentang sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Periode ini menandai melemahnya laju inflasi setelah beberapa bulan terakhir menunjukkan angka yang relatif lebih tinggi.
Penyumbang Utama Inflasi November
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar, meskipun kontribusinya relatif kecil, yaitu 0,09 persen dari total inflasi bulanan 0,17 persen.
Komoditas yang paling signifikan mendorong inflasi adalah emas perhiasan dengan andil 0,08 persen. Diikuti oleh tarif angkutan udara (0,04 persen), bawang merah (0,03 persen), serta ikan segar dan wortel masing-masing 0,02 persen.
“Emas perhiasan menjadi komoditas penyumbang terbesar kenaikan inflasi, dan telah mencatat inflasi selama 27 bulan berturut-turut,” ujar Pudji dalam konferensi pers BPS.
Di sisi lain, BPS juga mencatat adanya deflasi pada beberapa komoditas. Daging ayam ras memberikan andil deflasi sebesar 0,03 persen, diikuti beras dan cabai merah masing-masing 0,02 persen, serta telur ayam ras dan kentang masing-masing 0,01 persen.
Komponen Inflasi dan Tren Tahunan
Inflasi inti (core inflation) pada November 2025 tercatat 0,17 persen (mtm), berkontribusi 0,11 persen terhadap inflasi bulanan. Sementara itu, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices) naik 0,24 persen (mtm) dengan andil 0,05 persen, terutama didorong oleh tarif angkutan udara.
Kelompok volatile food (makanan dan kebutuhan pokok yang rentan fluktuasi harga) mengalami inflasi tipis sebesar 0,02 persen (mtm) dengan andil 0,01 persen. Namun, secara tahunan, inflasi volatile food tercatat 5,48 persen, menurun dibandingkan 6,59 persen pada Oktober 2025.
Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap berada dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen hingga akhir 2025 dan sepanjang 2026. Hal ini didukung oleh konsistensi kebijakan moneter serta sinergi dengan pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID) dan penguatan Program Ketahanan Pangan Nasional.
Variasi Inflasi Antar Wilayah
Data BPS menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam tren inflasi antar provinsi dan kabupaten/kota. Inflasi tahunan tertinggi di tingkat provinsi terjadi di Riau sebesar 4,27 persen, sementara terendah di Sulawesi Utara sebesar 0,65 persen.
Di tingkat kabupaten/kota, inflasi tertinggi tercatat di Kabupaten Toli-Toli dengan kenaikan 6,69 persen. Sebaliknya, deflasi tahunan terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah sebesar 0,10 persen.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa kondisi inflasi di Indonesia tidak homogen dan sangat dipengaruhi oleh dinamika lokal, seperti komoditas utama, distribusi pasokan dan permintaan, serta faktor struktural di masing-masing wilayah.
Respon Kebijakan dan Perhatian ke Depan
BI menekankan bahwa terjaganya inflasi November merupakan hasil dari konsistensi kebijakan moneter dan eratnya sinergi pengendalian inflasi antara BI, pemerintah pusat, dan daerah, serta penguatan program ketahanan pangan.
Inflasi inti tercatat stabil di 2,36 persen (yoy), sementara inflasi volatile food secara tahunan menunjukkan penurunan. BI mengakui adanya peningkatan inflasi administered prices akibat mobilitas masyarakat dan harga avtur global, namun dinilai masih terukur.
Meskipun inflasi nasional melandai, variasi regional dan kenaikan harga komoditas seperti emas perhiasan serta layanan transportasi udara masih menjadi perhatian. Hal ini menunjukkan sebagian rumah tangga masih merasakan tekanan biaya.
Ke depan, stabilitas pasokan pangan, mobilitas masyarakat, kebijakan moneter, dan koordinasi pengendalian inflasi menjadi faktor kunci. Gangguan pasokan pangan akibat faktor eksternal seperti cuaca buruk atau masalah logistik berpotensi kembali meningkatkan inflasi volatile food.
Sinergi kebijakan moneter, fiskal, dan ketahanan pangan nasional akan semakin krusial untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat.
Sorotan Menarik dari Inflasi November
Dua aspek menarik dari dinamika inflasi November 2025:
- Peran komoditas non-pokok seperti emas perhiasan dan layanan dalam mendorong inflasi, menunjukkan tekanan harga tidak hanya berasal dari kebutuhan dasar tetapi juga gaya hidup dan mobilitas.
- Variasi wilayah yang signifikan menegaskan perlunya pendekatan pengendalian inflasi yang mempertimbangkan karakteristik lokal, tidak hanya mengandalkan data agregat.






