Harga kontrak berjangka crude palm oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) kembali menguat pada perdagangan Kamis (18/12/2025). Penguatan ini menandai sesi kedua berturut-turut, didukung oleh aksi beli di level harga rendah (bargain buying) serta meningkatnya daya saing CPO terhadap minyak nabati pesaing.
Selain itu, sentimen positif dari pasar energi global juga turut menyengat pergerakan harga komoditas ini. Para pelaku pasar tampak memanfaatkan momentum koreksi harga sebelumnya untuk kembali masuk.
Kontrak Berjangka CPO Melonjak
Berdasarkan data BMD pada penutupan Kamis, kontrak berjangka CPO untuk pengiriman Januari 2026 naik 9 ringgit Malaysia menjadi 3.960 ringgit Malaysia per ton. Sementara itu, kontrak Februari 2026 menguat 10 ringgit menjadi 3.974 ringgit Malaysia per ton.
Kontrak CPO Maret 2026 juga terkerek 14 ringgit ke level 3.980 ringgit Malaysia per ton. Kontrak April 2026 naik 17 ringgit menjadi 3.987 ringgit Malaysia per ton, dan kontrak Mei 2026 menguat 16 ringgit ke level yang sama, 3.987 ringgit Malaysia per ton.
Adapun kontrak berjangka CPO untuk pengiriman Juni 2026 turut naik 16 ringgit Malaysia menjadi 3.979 ringgit Malaysia per ton.
Direktur perusahaan pialang Pelindung Bestari yang berbasis di Selangor, Paramalingam Supramaniam, menjelaskan bahwa para trader mulai mengambil posisi beli setelah tekanan jual yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Trader mulai masuk membeli saat harga turun setelah aksi jual beberapa waktu lalu. Selain itu, harga minyak sawit kini semakin menarik dibanding minyak nabati lain, terutama minyak kedelai,” ujar Paramalingam.
Daya Saing dan Pengaruh Minyak Nabati Lain
Kenaikan harga CPO juga didorong oleh daya tariknya yang semakin meningkat dibandingkan minyak nabati lain, khususnya minyak kedelai (soyoil). Di pasar lain, kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian tercatat turun 0,38%, sementara kontrak minyak sawit di bursa yang sama justru naik 0,46%.
Di sisi lain, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) menguat 0,31%. Harga minyak sawit memang cenderung mengikuti pergerakan minyak nabati pesaing karena persaingan ketat di pasar minyak nabati global.






