Pemerintah Indonesia berencana menerapkan kebijakan bea keluar untuk komoditas batu bara mulai tahun 2026. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tren penurunan Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang diprediksi akan terus berlanjut.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa instrumen bea keluar ini disiapkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong program hilirisasi dan dekarbonisasi sektor batu bara.
“Saat ini mekanismenya sedang kami finalisasi, bersama kementerian terkait,” ujar Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (8/12/2025).
Proyeksi Penurunan Harga Batu Bara
Data menunjukkan tren penurunan HBA yang signifikan. Pada tahun 2022, HBA tercatat sebesar 276,6 dollar AS per ton. Angka ini turun menjadi 201,1 dollar AS per ton pada 2023, dan kembali merosot menjadi 121,5 dollar AS per ton pada 2024.
Proyeksi akhir tahun 2025 memperkirakan HBA akan berada di kisaran 111,1 dollar AS per ton. Lebih lanjut, untuk tahun 2026, HBA diprediksi bergerak pada rentang 95 hingga 100 dollar AS per ton.
Dorong Hilirisasi dan Transisi Energi
Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar ketiga di dunia. Namun, sebagian besar ekspor masih dalam bentuk mentah. Oleh karena itu, penerapan bea keluar dinilai penting untuk mendorong nilai tambah melalui hilirisasi.
Kebijakan ini sejalan dengan fokus pemerintah pada percepatan transisi energi bersih dan berkelanjutan, tanpa mengorbankan ketahanan energi nasional. Harapannya, pemanfaatan batu bara dapat diarahkan pada teknologi yang lebih efisien dengan emisi lebih rendah, mendukung upaya dekarbonisasi.
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk melakukan transisi energi secara bertahap, berkeadilan, dan berkelanjutan. Batu bara tetap dipertahankan sebagai penopang pasokan energi untuk menjaga stabilitas tarif listrik bagi masyarakat dan industri.
Purbaya menargetkan penerimaan negara dari bea keluar batu bara dapat mencapai Rp 20 triliun per tahun.






