Keuangan

Empat Modus Pelanggaran Ekspor Komoditas Terbongkar, Menkeu Purbaya Perketat Pengawasan

Advertisement

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan, telah mengidentifikasi empat modus utama yang kerap digunakan dalam pelanggaran ekspor komoditas yang dikenakan bea keluar (BK). Langkah ini diambil menyusul tingginya temuan pelanggaran dalam dua tahun terakhir, yang mendorong pengawasan lebih ketat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pengawasan yang komprehensif menjadi kunci utama untuk menjaga integritas proses ekspor. “Pengawasan yang ketat terhadap modus-modus ini menjadi kunci untuk menjaga integritas proses ekspor komoditas. Pengawasan menyeluruh kini menjadi fokus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk menutup celah penyimpangan,” ujar Purbaya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Senin (8/12/2025).

Empat modus pelanggaran yang paling sering ditemukan meliputi penyelundupan langsung, kesalahan administratif dalam pemberitahuan ekspor, penyamaran aktivitas ekspor melalui modus antarpulau, dan pencampuran barang legal dengan barang ilegal.

Pengawasan Berlapis

Menyikapi temuan tersebut, DJBC kini menerapkan pengawasan pada tiga tahapan utama: pre-clearance, clearance, dan post-clearance. Pada tahap awal, intelijen kepabeanan diperkuat, bersamaan dengan pertukaran data lintas kementerian untuk memetakan potensi ekspor ilegal dan menganalisis anomali perdagangan.

Tahap clearance melibatkan pengetatan pemeriksaan dokumen, didukung oleh perangkat Gamma Ray, X-Ray, serta patroli laut. Sementara itu, pada tahap post-clearance, audit mendalam akan dilaksanakan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Perdagangan.

Advertisement

Dampak pada Penerimaan Negara

Peningkatan pengawasan ini dilaporkan telah memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan negara. Data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan dari pengawasan ekspor mencapai Rp 191,5 miliar pada tahun 2023, melonjak menjadi Rp 477,9 miliar pada 2024. Hingga November 2025, angka ini telah mencapai Rp 496,7 miliar, sebagian besar berasal dari penerbitan nota pembetulan.

Tren positif ini mencerminkan peningkatan kepatuhan eksportir sekaligus efektivitas sistem pengawasan administratif yang diterapkan. “Pengawasan dilakukan secara menyeluruh, baik fisik maupun administratif, untuk memastikan seluruh ketentuan dipenuhi. Pemeriksaan mencakup verifikasi perizinan termasuk status clean and clear, serta pemenuhan pungutan seperti royalti dan PPh Pasal 22,” jelas Purbaya.

Peningkatan Kasus Penindakan

Di sisi lain, jumlah kasus penindakan ekspor juga menunjukkan peningkatan yang tajam. Untuk kategori ekspor umum, DJBC mencatat 50 kasus pada 2023, sedikit menurun menjadi 44 kasus pada 2024. Namun, angka ini melonjak drastis menjadi 258 kasus sepanjang 2025.

Nilai barang yang berhasil ditindak juga tercatat masih tinggi, mencapai Rp 326 miliar pada 2023, Rp 313 miliar pada 2024, dan sekitar Rp 219,8 miliar pada 2025. Angka ini menegaskan pentingnya upaya pengawasan berkelanjutan untuk mencegah kerugian negara akibat praktik ekspor ilegal.

Advertisement