Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Paudasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, mengungkapkan perasaannya menjadi target dari mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan. Jumeri mengaku kerap berseberangan pandangan dengan Jurist Tan dalam berbagai kebijakan internal kementerian. Kesaksian ini disampaikan Jumeri dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa (23/12/2025).
Dalam persidangan dengan terdakwa Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, serta Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, hakim anggota Andi Saputra sempat mempertanyakan peran Jurist Tan dalam proses mutasi Jumeri. Jumeri menjelaskan bahwa hubungannya dengan Jurist Tan memburuk akibat perbedaan pandangan yang sering terjadi.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Merasa Jadi Target dan Rebutan Fasilitas UPT
Jumeri secara gamblang menyatakan bahwa ia merasa dibenci oleh Jurist Tan. “Ya saya termasuk orang yang sering berseberangan pandangan dengan Jurist Tan dalam banyak hal sehingga kayaknya dia itu benci sekali dengan saya, Pak. Gitu. Jadi ya saya jadi target man gitu,” kata Jumeri di hadapan majelis hakim.
Ketika hakim Andi meminta contoh konkret, Jumeri menyebutkan suasana sinis dalam rapat dan perselisihan terkait “rebutan fasilitas UPT”. Jumeri menjelaskan bahwa pihaknya memiliki dua Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu PP PAUD dan LPMP. “Nah waktu itu LPMP yang bagus akan diminta oleh GTK untuk diminta GTK. Nah saya minta firm, Mbak Juris LPMP ke Paudasmen, BP PAUD ke GTK. Kemudian sampai menjelang ditandatangani SK-nya Pak Jumeri ini SK-nya ditandatangani gimana tetap itu? Ya saya tetap milih semua LPMP masuk ke kami gitu. Jadi sebenarnya mereka mau milih, Pak. Gitu,” ujarnya.
Selain itu, Jumeri juga menolak permintaan untuk memberhentikan seorang direktur tanpa alasan mendasar. “Ya Bu Sri sebenarnya direktur kami, saya diminta untuk memberhentikan, mengajukan pemberhentian. Saya tanya alasannya apa? Dia tidak menyebutkan alasannya karena pegawai negeri menurut saya harus ada alasan yang mendasar ketika dia kita memberhentikan orang,” jelas Jumeri.
Pemberhentian Jabatan dan Posisi Staf Khusus
Jumeri mengaku pernah dipanggil oleh Menteri Nadiem Makarim, yang menurutnya, pemanggilan itu terjadi karena dirinya sering berbenturan pandangan. Ia juga menceritakan peristiwa seleksi kepala UPT yang prosesnya sudah selesai dan undangan pelantikan sudah dikirim, namun pelantikan tersebut justru tidak dilaksanakan. Jumeri sempat mempertanyakan keputusan itu kepada Nadiem.
Puncak dari perselisihan ini terjadi pada Mei 2022. Jumeri menceritakan momen pemberhentian dirinya dari jabatan Dirjen. “Setelah Lebaran itu tanggal berapa saya, 2 Mei kalau nggak salah lebaran 2 Mei 2022, saya tanggal 10 itu ulang tahun saya, Pak gitu. Sebenarnya Mas Menteri memanggil saya hari itu untuk pemberhentian tapi katanya kasihan Pak Jumeri sedang ulang tahun diberhentikan gitu,” kenangnya.
Tiga hari setelah ulang tahunnya, Jumeri dipanggil bersama Dirjen Vokasi, Wikan Sakarinto. “Kemudian tanggal 13-nya setelah halal bihalal Pak Mul, Bu Neng ingat kita foto terakhir dengan Mas Menteri sebagai Dirjen, siangnya saya dipanggil bersama Pak Wikan, Pak Wikan itu Dirjen Vokasi, Pak. Pak Wikan lebih dulu saya ketemu di jalan, ternyata Pak Wikan juga diberhentikan, Pak. Terus saya masuk saya juga diberhentikan gitu. Itu yang saya alami, Pak,” sambungnya.
Jumeri menegaskan bahwa pemberhentiannya tidak terkait dengan penolakan proyek pengadaan Chromebook. “Tidak, tidak, Pak. Tidak terkait Chromebook karena Chromebook sudah jalan, Pak. Chromebook itu kita sudah sudah tidak memprotes gitu karena ya mau tidak mau kita harus menerima direktur, Dirjen siapa pun ya mau tidak mau harus Chromebook itu, Pak gitu. Seperti sudah titah dari Pak Mul Bu Neng itu ya sudah hanya terima saja kita diperintahkan untuk mengadakan. Pak Hamid juga sudah cerita tadi bahwa Jurist mendorong itu kemudian ya mungkin diancam-ancam gitu,” jelas Jumeri.
Jumeri juga menggambarkan kuatnya posisi Jurist Tan sebagai staf khusus di kementerian, di mana pejabat eselon I seperti dirinya tidak berada dalam lingkar pengambilan keputusan utama dan bahkan tidak leluasa mengakses ruang staf khusus. “Jadi kami itu sebagai eselon satu, itu bukan ring satu gitu. Kami akan datang ke ruangnya staf khusus nggak boleh, Pak. Dia yang datang ke ruang saya. Saya mau konsultasi datang untuk beberapa hal, ‘Pak saya ke ruang Bapak saja’ gitu. Jadi artinya itu seperti ruangan yang secret banget itu lho, Pak nggak boleh orang yang tidak grade-nya masuk ke sana gitu. Jadi itu yang terjadi, Pak,” paparnya.
Setelah diberhentikan, Jumeri mengaku ditawari opsi pensiun atau menjadi widyaprada (WP) oleh Menteri. “Saya pengen ke WP, Pak bagaimanapun anak-anak saya masih kecil saya masih butuh biaya untuk…” kata Jumeri yang terpotong oleh hakim. Jumeri juga mengungkapkan bahwa sejumlah direktur di bawahnya, termasuk Mulyatno dan Bu Ning, turut diberhentikan pada hari yang sama, meskipun mereka telah menyatakan keberatan sebelumnya.
“Sampai ketika ada, kita mengusulkan ada penilaian itu, saya tidak sanggup untuk hadir, Pak. Tidak mau untuk ikut, karena percuma. Saya sudah tahu itu tidak ada gunanya kehadiran saya di situ, toh suara saya tidak akan didengar. Gitu, lho. Itu yang kita alami, karena saya merujuk sesepuh saya Pak Hamid untuk bicara, lah saya baru bicara sekali ini di sini, dan mohon tidak disebarkan, ya mungkin sudah tersebar, Pak,” tutup Jumeri.






