Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, secara terang-terangan mulai menunjukkan campur tangannya dalam proses pemilihan Ketua Federal Reserve (The Fed) berikutnya. Trump tidak hanya mengirim sinyal politik, tetapi juga secara tegas menetapkan kriteria baru yang ia sebut sebagai “The Trump Rule” bagi calon pengganti Jerome Powell.
Kriteria tersebut mewajibkan Ketua The Fed di masa depan untuk menurunkan suku bunga saat pasar sedang berkinerja baik. Pandangan ini dinilai mendobrak pakem moneter tradisional yang selama ini dipegang bank sentral.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
“The Trump Rule” dan Kritik Terhadap Kebijakan Moneter
Komentar Trump ini diungkapkan melalui unggahannya di Truth Social pada Rabu (24/12/2025). Pernyataan tersebut muncul menyusul laporan Departemen Perdagangan AS pada Selasa yang menunjukkan ekonomi AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan, mencapai 4,3% pada kuartal ketiga.
Trump mengkritik pola pikir Wall Street yang menurutnya keliru. Ia mengeluhkan bahwa berita ekonomi yang baik justru sering direspons negatif oleh pasar karena kekhawatiran bank sentral akan menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. “Di masa lalu, berita baik akan membuat pasar naik, namun saat ini pasar justru cenderung turun atau mendatar karena takut akan kenaikan bunga,” tulis Trump.
Ia menegaskan bahwa inflasi tidak diciptakan oleh pasar yang kuat atau “fenomenal”, melainkan oleh “kebodohan”. Setelah itu, ia secara langsung menyinggung The Fed.
“SAYA INGIN Ketua Fed baru saya menurunkan suku bunga jika pasar berjalan baik, bukan menghancurkan pasar tanpa alasan apa pun,”
Demikian tulis Trump, seraya menambahkan bahwa siapa pun kandidat yang tidak setuju dengan prinsip ini tidak akan pernah mendapatkan jabatan tersebut.
Hubungan Trump dan Jerome Powell
Trump memang telah lama dikenal sebagai kritikus keras Jerome Powell, Ketua The Fed saat ini yang justru ia tunjuk pada masa jabatan pertamanya. Trump menilai Powell tidak cukup cepat dalam menurunkan suku bunga. Di sisi lain, Powell bersikap sangat hati-hati di tengah ketidakpastian kebijakan tarif Trump yang sempat memicu gejolak ekonomi di awal masa jabatan keduanya.
Tantangan Ekonomi dan Kandidat Potensial
Laporan ekonomi terbaru menunjukkan situasi yang kompleks bagi kebijakan moneter AS ke depan. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) melonjak dari 3,8% pada periode April-Juni menjadi 4,3% di kuartal ketiga, melampaui prediksi awal para analis.
Namun, inflasi tetap membandel di level 2,8%, naik signifikan dari posisi 2,1% pada kuartal sebelumnya. Kondisi ini berpotensi menghalangi peluang pemangkasan suku bunga pada Januari 2026 mendatang, meskipun Trump menginginkan pelonggaran moneter sebagai “hadiah” atas suksesnya ekonomi.
Kombinasi pertumbuhan yang tangguh dan inflasi yang masih di atas target The Fed ini kemungkinan besar akan membuat bank sentral tetap menahan suku bunga, yang pada gilirannya memberikan tekanan pada ekuitas AS menjelang akhir tahun.
Masa jabatan Jerome Powell akan berakhir pada Mei 2026. Trump sudah mulai melirik sejumlah nama potensial yang dinilai lebih selaras dengan agenda ekonominya. Beberapa nama kuat yang muncul sebagai kandidat pengganti antara lain ekonom konservatif Kevin Hassett, mantan gubernur Fed Kevin Warsh, serta anggota dewan gubernur Fed saat ini Christopher Waller. Selain itu, Menteri Keuangan AS saat ini, Scott Bessent, juga dipertimbangkan untuk posisi strategis tersebut.
Langkah ini demi memastikan kebijakan moneter masa depan mendukung pertumbuhan pasar tanpa hambatan dari pihak yang ia sebut sebagai “kaum intelektual” di bank sentral.
“Amerika Serikat harus diberi imbalan atas KESUKSESAN, bukan dijatuhkan olehnya. Siapa pun yang tidak setuju dengan saya tidak akan pernah menjadi Ketua Fed!”
Tegas Trump dalam pernyataannya.






