Tahun 2025 mencatat fenomena paradoks di industri perbankan Indonesia. Meskipun likuiditas melimpah, penyaluran kredit justru menunjukkan tren perlambatan sepanjang tahun.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, pada awal tahun, pertumbuhan kredit masih berada di angka dua digit. Tercatat sebesar 10,27 persen (year on year/yoy) pada Januari dan 10,30 persen (yoy) di Februari.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Namun, memasuki Maret, pertumbuhan kredit mulai terkontraksi menjadi satu digit, yakni 9,16 persen (yoy). Angka ini terus merosot hingga Juli di level 7,03 persen (yoy), sebelum sedikit membaik pada Agustus menjadi 7,56 persen (yoy).
Pemerintah memandang lesunya penyaluran kredit ini sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mendorong kembali laju kredit.
Kebijakan Penyaluran Dana Saldo Anggaran Lebih (SAL)
Sebagai respons, pada pertengahan September 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengambil kebijakan strategis. Ia memutuskan untuk mengalihkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia ke lima bank milik negara.
Rincian penempatan dana tersebut adalah sebagai berikut:
- Bank Rakyat Indonesia (BRI): Rp 55 triliun
- Bank Negara Indonesia (BNI): Rp 55 triliun
- Bank Mandiri: Rp 55 triliun
- Bank Tabungan Negara (BTN): Rp 25 triliun
- Bank Syariah Indonesia (BSI): Rp 10 triliun
Dana pemerintah ini ditempatkan dengan skema deposito on call, yang berarti dapat ditarik sewaktu-waktu. Tenor penempatan ditetapkan selama enam bulan dan dapat diperpanjang, dengan bunga yang diterima pemerintah sekitar 4 persen per bulan.
Purbaya menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menambah likuiditas bank, dengan harapan dapat menurunkan biaya dana (cost of fund) dan pada akhirnya mendorong penyaluran kredit ke sektor riil. Dengan demikian, dana pemerintah diharapkan dapat menggerakkan aktivitas perekonomian dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jadi yang kita paksa adalah diberi bahan bakar supaya market mechanism berjalan sehingga mereka (bank) yang biasanya santai-santai, terpaksa berpikir lebih keras sedikit. Kan mereka pintar nih untuk mencari proyek-proyek yang bagus untuk menyalurkan dana itu supaya tidak mengalami negative carry, negative spread,” ujar Purbaya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Ia menambahkan, “Jadi dengan cara itu (penempatan dana di bank), hampir pasti uang akan nyebar di sistem ekonomi dan ekonomi akan tumbuh lebih cepat. Kredit pasti akan tumbuh lebih cepat dari yang sekarang.”
Larangan Penggunaan Dana SAL
Guna memastikan dana SAL pemerintah digunakan sesuai tujuan, pemerintah menetapkan larangan tegas. Bank penerima kucuran SAL dilarang menggunakan dana tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) ataupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Menteri Purbaya juga memberikan peringatan keras terkait penggunaan dana. “Saya sudah memberi pesan ke mereka (Himbara) jangan sampai beli dollar AS. Nanti kalau ada yang ketahuan, saya akan periksa underlying-nya, dan kita proses. Itu jelas sabotase ke kebijakan pemerintah,” tegas Purbaya dalam media gathering secara virtual, Jumat (10/10/2025).





