Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mendesak anggotanya untuk proaktif menjemput klaim asuransi bagi nasabah yang terdampak bencana banjir di Sumatera. Langkah ini diambil untuk meringankan beban para korban yang tengah berjuang pascabencana.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh perusahaan asuransi. Tujuannya agar setiap perusahaan secara aktif mencari informasi mengenai nasabah yang terdampak banjir.
“Jadi jangan tunggu klaimnya datang saja, tapi kalau boleh kantor pemasarannya, kantor layanan yang ada di daerah setempat, coba dong pada kesempatan pertama dimungkinakan untuk coba kontak nasabahnya lagi,” kata Budi dalam Konferensi Pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal III-2025, Senin (8/12/2025).
Upaya menghubungi nasabah dan pegawai di lokasi bencana telah dilakukan oleh sebagian perusahaan. Namun, Budi mengakui adanya kendala akses komunikasi di wilayah terdampak yang menghambat proses ini. Ia berharap kondisi komunikasi akan membaik dalam beberapa minggu ke depan.
Permudah Syarat Klaim di Daerah Bencana
Budi juga mengimbau perusahaan asuransi untuk mencari solusi ketika nasabah di daerah bencana menghadapi kendala dalam melengkapi dokumen klaim. Dokumen-dokumen yang biasanya diperlukan bisa saja hilang atau hancur akibat banjir.
“Tetap harus ada solusinya untuk nasabah kami,” tegasnya.
Ketua Bidang Kanal Distribusi AAJI, Albertus Wiryono, menambahkan bahwa imbauan serupa juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempercepat proses klaim.
“Untuk mempercepat proses, bahkan proaktif, proaktif lah karena ini bencana,” ujar Albertus. Ia menekankan pentingnya perusahaan asuransi membuka kanal komunikasi yang mempermudah pemegang polis korban bencana.
“Prosesnya harus cepat. Kalau biasanya seminggu, kalau bisa sehari kenapa tidak, kan ini sifatnya khusus ya,” timpalnya.
Albertus mencatat, jumlah klaim yang masuk dari kawasan bencana saat ini belum signifikan. Hal ini diduga karena kesulitan komunikasi dan fokus korban yang masih pada pemulihan kehidupan pascabencana. “Kami harapkan ke depan mulai muncul klaimnya dari Sumatera,” ucapnya.
Kredit Macet UMKM Terdampak Banjir Dihapus
Di sektor perbankan, pemerintah berencana menghapus kredit macet bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan pemerintah akan melakukan restrukturisasi kredit bagi masyarakat terdampak.
“Iya tentu, restrukturisasi dan penghapusan kredit macet,” kata Airlangga di Gandaria City Mall, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Relaksasi kredit telah diberikan untuk UMKM di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Regulasi yang mendukung hal ini sudah tersedia dan dapat berlaku otomatis.
Airlangga memprediksi pertumbuhan ekonomi di ketiga provinsi tersebut akan terdampak. Pemerintah akan segera meluncurkan program perbaikan infrastruktur dan rehabilitasi.
“Memang pertumbuhan di daerah bencana dipastikan akan turun, yaitu Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat,” ungkapnya.
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68,67 Triliun
Center of Economic and Law Studies (Celios) memproyeksikan dampak ekonomi nasional akibat bencana di Sumatera mencapai Rp 68,67 triliun. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebut bencana tersebut menekan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 0,29 persen.
“Secara nasional, terjadi dampak penurunan Produk Domestik Bruto mencapai Rp 68,67 triliun atau setara dengan 0,29 persen,” kata Bhima, Jumat (5/12/2025).
Bhima menjelaskan, lumpuhnya akses transportasi di wilayah terdampak secara langsung memukul pergerakan barang konsumsi dan pasokan industri, yang kemudian menyebarkan tekanan ekonomi ke daerah lain.
“Terlebih Sumatera Utara merupakan salah satu simpul industri nasional di Sumatera,” ujarnya.
Celios memperkirakan kerugian di tingkat daerah mencapai Rp 2,04 triliun di Aceh, Rp 2,07 triliun di Sumatera Utara, dan Rp 2,01 triliun di Sumatera Barat. Provinsi Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan juga turut terdampak dengan kerugian sekitar Rp 2 triliun per provinsi.
Biaya Pemulihan Diperkirakan Rp 51,82 Triliun
Pemerintah mencatat kebutuhan biaya pemulihan pascabencana mencapai Rp 51,82 triliun. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, menyampaikan angka tersebut dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto.
“Kami laporkan secara nasional dari Kementerian PU dengan penjumlahan dari tiga provinsi estimasi yang diperlukan dana adalah Rp 51,82 triliun,” ujar Suharyanto, Minggu (7/12/2025).
Rinciannya, Aceh membutuhkan biaya terbesar senilai Rp 25,41 triliun untuk perbaikan 37.546 rumah rusak serta fasilitas publik seperti jembatan, jalan, rumah sakit, pesantren, dan lahan pertanian. Estimasi pemulihan Sumatera Utara mencapai Rp 12,8 triliun dan Sumatera Barat Rp 13,52 triliun.
Pemerintah Salurkan Bantuan Anggaran untuk Daerah
Presiden Prabowo Subianto menyetujui usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memberikan dukungan anggaran kepada daerah terdampak bencana, bahkan menaikkan nilai bantuan yang diajukan.
“Baik Pak Mendagri, Anda minta Rp 2 miliar per kabupaten ya, saya kasih Rp 4 miliar,” ujar Prabowo dalam rapat penanganan bencana di Banda Aceh, Minggu (7/12/2025).
Presiden juga meminta jajarannya menghitung kebutuhan bantuan untuk tingkat provinsi. Aceh, sebagai daerah paling terdampak, menerima Rp 20 miliar. Sementara itu, untuk Sumatera Barat dan Sumatera Utara, kepala daerah diminta menghadap langsung.
“Untuk provinsi nanti dihitung. Yang paling besar mana? Aceh. Kirim Rp 20 miliar. Nanti Sumatera berapa, gubernurnya suruh ketemu saya,” kata Prabowo.
PNBP Tambang Dinilai Tak Sebanding Kerugian Banjir
Celios menyoroti ketimpangan antara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ekstraktif dengan kerugian akibat banjir. Di Aceh, PNBP tambang per 31 Agustus tercatat Rp 929 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan kerugian Rp 2,04 triliun.
“Aceh merugi Rp 2,04 triliun, lebih besar dibanding PNBP tambang Aceh Rp 929 miliar hingga 31 Agustus 2025,” ujar Bhima.
Dana Bagi Hasil (DBH) Perkebunan Sawit Aceh hanya Rp 12 miliar dan DBH mineral serta batubara Rp 56,3 miliar pada 2025, nilai yang dinilai tidak sebanding dengan beban kerusakan. Dugaan kriminal lingkungan mencuat seiring temuan kayu gelondongan dan longsoran besar di lokasi banjir.
Kementerian Lingkungan Hidup dilaporkan bergerak cepat melakukan pemeriksaan udara di hulu DAS Batang Toru dan DAS Garoga. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memutuskan penghentian sementara operasional tiga perusahaan: PT Agincourt Resources, PTPN III, dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).






