Keuangan

Aspimtel Desak Perusahaan Jaga Iklim Usaha, Tolak Monopoli Menara Telko

Advertisement

Asosiasi Pengembang Infrastruktur & Menara Telekomunikasi (Aspimtel) mendesak perusahaan di sektor telekomunikasi untuk menjaga iklim usaha yang sehat. Dorongan ini khususnya ditujukan agar perusahaan jasa penunjang komunikasi memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan menara dan fiber optik demi peningkatan kualitas akses digital nasional.

Ketua Umum Aspimtel, Theodorus Ardi Hartoko, menekankan tiga prinsip utama yang harus ditegakkan. Pertama adalah fairness dan anti-monopoli dalam setiap proses perizinan dan pembangunan menara. Kedua, pengusaha wajib memegang prinsip kemitraan strategis antara pelaku industri dan pemerintah daerah untuk memperluas jangkauan layanan.

“Terakhir, perusahaan mengutamakan kepentingan pengguna telekomunikasi, bukan kepentingan monopoli infrastruktur,” ujar Teddy, sapaan akrabnya, di Jakarta pekan lalu. Ia merujuk pada kasus kontrak eksklusif PT Bali Towerindo Sentra Tbk (Bali Tower) di Kabupaten Badung, Bali, yang akan berakhir pada 2027.

Bali Tower berupaya memperpanjang kontrak sewa menara dan fiber di Bali dengan menuntut Pemerintah Kabupaten Badung membayar ganti rugi senilai Rp 3,2 triliun atas tuduhan wanprestasi. Menurut Aspimtel, tindakan ini memicu kontroversi karena bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan berpotensi mematikan kompetisi.

Praktik monopoli semacam ini dinilai paling merugikan pelaku usaha operator telekomunikasi dan masyarakat luas. Konsumen menjadi tidak memiliki banyak pilihan layanan yang lebih baik. Kontrak eksklusif yang telah berjalan disebut menghambat industri, merugikan operator, dan berdampak buruk pada kualitas layanan telekomunikasi masyarakat.

Hambatan Izin dan Upaya Dialog

Perjanjian eksklusif antara Pemkab Badung dan salah satu perusahaan menara telekomunikasi membuat pelaku usaha lain yang ingin membangun infrastruktur di wilayah tersebut dianggap ilegal. Aspimtel melaporkan bahwa berbagai upaya diskusi dan negosiasi yang telah dilakukan belum membuahkan hasil.

Beberapa permohonan izin pembangunan menara yang diajukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) tidak diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat. Alasan penolakan adalah terikatnya daerah tersebut dengan kontrak eksklusif bersama penyedia menara telekomunikasi.

Aspimtel menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Tujuannya agar izin usaha infrastruktur telekomunikasi kembali terbuka tanpa adanya praktik eksklusivitas. Asosiasi menilai kerja sama yang sehat justru akan meningkatkan kualitas layanan, memperkuat investasi, dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta sektor pariwisata.

Advertisement

“Aspimtel ingin semua stakeholder, operator, regulator, dan masyarakat, bersuara bersama. Jika eksklusivitas diperpanjang, iklim usaha akan makin tidak sehat, dan masyarakat yang paling dirugikan,” tegas Teddy, yang juga menjabat sebagai Direktur Mitratel.

Dorongan Penegakan Hukum

Pengamat Telekomunikasi, Heru Sutadi, mendorong Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami kerja sama antara Bali Tower dengan Pemkab Badung. Perjanjian yang dimaksud terdaftar dengan nomor 555/2818/DISHUB-BD dan 018/BADUNG/PKS/2007, diteken pada 7 Mei 2007 terkait penyediaan infrastruktur menara telekomunikasi terintegrasi di wilayah Badung.

“Bagusnya lagi Kejaksaan Agung atau KPK turun tangan ini untuk menilai apakah perjanjian yang dilakukan dulu antara Pemkab dan perusahaan tersebut ada unsur tipikor atau tidak, agar sengketa ini bisa dilihat secara lebih jernih,” kata Heru.

Heru mendukung langkah Pemkab Badung yang kini memberikan izin kepada operator lain untuk membangun menara telekomunikasi di wilayah Badung demi kepentingan masyarakat luas. Ia menduga gugatan Bali Tower dilayangkan karena pemberian izin tersebut.

Sebagai informasi, Pemkab Badung digugat oleh PT Bali Towerindo terkait wanprestasi terhadap surat perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007. Gugatan wanprestasi terdaftar di Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 1372/Pdt.G/2025/PN Dps. Sidang agenda mediasi telah dimulai pada 20 Oktober 2025.

Dalam dokumen Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Denpasar, Bali Towerindo menilai Pemkab Badung tidak memenuhi ketentuan perjanjian yang diperoleh melalui mekanisme lelang izin pengusahaan. Bali Towerindo menuntut pengadilan menyatakan perjanjian tersebut sah dan mengikat, serta menyatakan adanya wanprestasi oleh tergugat. Bali Towerindo juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 3,37 triliun lebih kepada Pemkab Badung, yang akan batal jika Pemkab Badung bersedia memperpanjang kontrak.

Advertisement