Polda Metro Jaya melaporkan angka kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang signifikan sepanjang tahun 2025. Tercatat, sebanyak 13.184 insiden kecelakaan terjadi, mengakibatkan 740 orang meninggal dunia dan 16.038 lainnya mengalami luka-luka.
Menanggapi tingginya angka tersebut, Polda Metro Jaya mengandalkan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) sebagai upaya penegakan hukum berbasis teknologi. Sistem ini diharapkan mampu menekan risiko kecelakaan di wilayah hukum ibu kota.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri menyatakan bahwa angka tersebut cukup mengkhawatirkan. “Pada aspek lalu lintas yang menjadi denyut harian wilayah pemerintah, sepanjang 2025, kami mencatat ada 13.184 kejadian kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia sebanyak 740 orang dan korban luka-luka sebanyak 16.038 orang. Lumayan cukup tinggi,” ujar Irjen Asep Edi Suheri saat rilis akhir tahun di Gedung Balai Pertemuan Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (31/12/2025).
Irjen Asep Edi Suheri menambahkan, pihaknya telah melakukan berbagai rekayasa lalu lintas dan pengawasan berbasis teknologi. “Untuk menekan risiko, kami melaksanakan rekayasa lalin serta pengawasan berbasis teknologi melalui sistem ETLE dengan jumlah penindakan sebanyak 893.023 pelanggaran,” lanjutnya.
Penindakan ETLE Meningkat dan Tanpa Pandang Bulu
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Komarudin mengonfirmasi adanya peningkatan jumlah pelanggaran yang terekam oleh kamera ETLE. Menurutnya, sistem ini merupakan konsep penegakan hukum yang objektif dan berkeadilan.
“Ada peningkatan jumlah pelanggaran yang ter-capture oleh kamera ETLE. Sebuah konsep penegakan hukum yang objektif dan berkeadilan,” kata Kombes Komarudin.
Komarudin menegaskan bahwa ETLE menyasar perilaku pengguna jalan tanpa memandang latar belakang atau jabatan. “Jadi, kami sampaikan bahwa dengan penegakan hukum Electronic Traffic Law Enforcement, jadi siapapun pengguna jalan, tidak memandang dari instansi mana, jabatan dari apa, karena yang disasar adalah perilaku dari para pengguna,” jelasnya.
Ia menambahkan, tidak ada toleransi bagi pelanggar, termasuk dari instansi pemerintah. “Kendaraan dinas TNI, kendaraan dinas Polri, kendaraan dinas pemerintah daerah, siapa pun yang melakukan pelanggaran, otomatis akan ter-capture oleh kamera ETLE. Ini tidak bisa tawar-menawar, tidak bisa negosiasi,” tegas Komarudin.
Menurut Komarudin, ETLE menjadi instrumen utama dalam upaya mengubah perilaku pengendara di tengah pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat, khususnya sepeda motor. “Inilah konsep penegakan hukum yang saat ini menjadi sandaran untuk bisa berupaya melakukan perubahan-perubahan perilaku para pengendara dengan sebuah konsep budaya berlalu lintas yang kita coba balik menjadi lalu lintas yang berbudaya,” ujarnya.
Ia juga menyoroti fakta bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor, dengan penambahan 161.447 unit sepeda motor sepanjang 2025, belum diimbangi dengan tingkat kepatuhan pengendara. “Maka akan menjadi sebuah permasalahan besar, mana kala pertumbuhan kendaraan tidak ataupun belum disertai dengan tingkat kepatuhan para pengendara,” kata Komarudin.
Komarudin menambahkan bahwa wilayah Polda Metro Jaya mengalami peningkatan tingkat kecelakaan dan fatalitas. “Mengingat fakta dari kecelakaan lalu lintas yang memang untuk wilayah Polda Metro Jaya, ada peningkatan untuk tingkat kecelakaan, tingkat fatalitas,” ungkapnya.
Rendahnya kesadaran berlalu lintas dinilai masih menjadi penyebab utama tingginya angka kecelakaan. Kondisi ini tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga pengguna jalan lain. “Ini diakibatkan dari masih cukup rendah tingkat kesadaran dan kepatuhan para pengguna jalan,” pungkas Komarudin.






