Harga perak kontrak berjangka anjlok tajam hingga 8,7% pada perdagangan Senin, 29 Desember 2025. Penurunan signifikan ini menandai hari terburuk bagi perak sejak Februari 2021, terjadi setelah logam mulia tersebut sempat menembus level historis US$80 atau sekitar Rp 1.342.640 per ons untuk pertama kalinya dalam sejarah pada perdagangan overnight.
Setelah mencapai puncaknya, harga perak kemudian ditutup di level US$70,46 per ons. Pergerakan intraday bahkan lebih ekstrem, dengan harga perak merosot hingga 15% dari puncak ke titik terendah. Melansir CNBC.com, penurunan intraday ini menjadi yang terbesar sejak Agustus 2020, ketika perak sempat jatuh 16,85% dalam satu hari perdagangan.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
CEO sekaligus Chief Investment Officer KKM Financial, Jeff Kilburg, menyebut pergerakan harga perak ini sebagai langkah historis yang jarang terjadi di pasar komoditas. Menurut Kilburg, koreksi tajam tersebut dipicu oleh aksi ambil untung (profit taking) serta praktik tax-loss harvesting menjelang akhir tahun kalender.
Tekanan jual ini memangkas sebagian reli perak yang telah mencatat lonjakan besar sepanjang tahun ini. Meskipun terkoreksi, harga perak masih melonjak lebih dari 140% secara year to date. Pada awal perdagangan 2025, perak masih berada sedikit di atas level US$20 per ons, sebuah kinerja yang membuatnya mengungguli emas sepanjang tahun ini.
Kontrak berjangka emas Februari yang sempat menembus US$4.550 per ons bulan ini, telah naik lebih dari 60% sepanjang tahun. Namun, emas juga mengalami tekanan pada perdagangan yang sama dengan penurunan sekitar 4,6%, dan ditutup di level US$4.343,6 per ons.
Lonjakan harga kedua logam mulia ini didorong oleh sejumlah faktor fundamental. Emas dan perak dipandang sebagai aset safe haven di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik serta risiko ekonomi, termasuk membengkaknya defisit Amerika Serikat. Selain itu, kedua logam tersebut juga berfungsi sebagai penyimpan nilai yang mampu melindungi investor dari pelemahan dolar AS akibat inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Dolar AS yang lebih lemah juga membuat harga emas dan perak lebih murah bagi negara lain, sehingga mendorong permintaan global.
Khusus perak, kenaikan harga turut ditopang oleh permintaan industri yang kuat, terutama untuk sektor elektronik. Penggunaan perak meningkat pada produk seperti panel surya, pusat data, dan kendaraan listrik.
Kilburg memperkirakan sentimen positif tersebut masih akan berlanjut hingga 2026. Ia memprediksi harga perak berpotensi naik ke kisaran US$90 hingga US$100 per ons, atau memiliki ruang kenaikan sekitar 27% hingga 40% dari level terakhir. Kilburg menilai koreksi tajam kali ini hanya bersifat sementara dan merupakan penyesuaian jangka pendek di akhir tahun. Menurutnya, baik emas maupun perak masih berada dalam tren kenaikan jangka menengah hingga panjang.
Kilburg juga menekankan adanya masalah struktural pada sisi pasokan dan lonjakan permintaan yang kuat. Kombinasi kedua faktor tersebut diyakini akan kembali mendorong harga perak lebih tinggi, sehingga reli dinilai belum berakhir.






