Upaya pemerintah mendorong hilirisasi komoditas kelapa di Indonesia menghadapi tantangan serius. Pasokan bahan baku yang fluktuatif, tata niaga yang belum tertata rapi, serta tarik-menarik antara kebutuhan industri domestik dan insentif ekspor kelapa bulat menjadi ganjalan utama.
Situasi ini memicu kekhawatiran akan krisis bahan baku bagi industri pengolahan di dalam negeri, meskipun potensi pasar produk turunan kelapa di kancah global terus menunjukkan peningkatan.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Peluang Pasar Global Membesar, Rantai Pasok Domestik Diuji
Di tengah tantangan tersebut, pemerintah dan pelaku usaha sebenarnya melihat peluang besar dari pasar produk turunan kelapa yang terus meluas. Produk seperti santan olahan, virgin coconut oil (VCO), minyak kelapa mentah (crude coconut oil/CCO), hingga produk berbasis serat dan karbon dari tempurung, memiliki potensi nilai tambah yang signifikan.
Dorongan hilirisasi juga dikaitkan dengan target penciptaan lapangan kerja dan peningkatan devisa negara. Namun, implementasinya menuntut penataan menyeluruh dari hulu hingga hilir.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, melalui publikasi Outlook Komoditas Kelapa 2025, telah memetakan proyeksi produksi dan ketersediaan kelapa untuk konsumsi domestik pada periode 2025–2028. Data ini menjadi acuan penting dalam perencanaan pasokan.
Dari sisi perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat kinerja ekspor CCO Indonesia yang menguat. Dalam publikasi Commodity Review, nilai ekspor minyak kelapa mentah (CCO) Indonesia pada 2024 mencapai 385,66 juta dollar AS, tumbuh 17,42 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Tren positif ini berlanjut pada Januari hingga Mei 2025, dengan nilai ekspor CCO (HS 15131190) mencapai 226,04 juta dollar AS, melonjak 57,00 persen. Kemendag mengaitkan peningkatan permintaan CCO ini dengan tren gaya hidup sehat yang mendorong kebutuhan industri makanan, kosmetik, dan produk kesehatan.
Industri Keluhkan Kelangkaan Bahan Baku, Pemerintah Soroti Tata Kelola
Logika hilirisasi seharusnya sederhana: kenaikan permintaan produk hilir akan memicu kebutuhan bahan baku yang lebih tinggi. Namun, masalah muncul ketika pasokan di tingkat petani dan tata niaga domestik tidak mampu mengimbangi perubahan cepat di pasar global.
Sinyal ketatnya pasokan di pasar domestik pernah tercermin dari kenaikan harga kelapa bulat. Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso secara langsung mengaitkan fenomena ini dengan tingginya permintaan ekspor dan kebutuhan industri di dalam negeri.
“Kelapa itu kan banyak permintaan ekspor, terus industri di dalam negeri juga banyak minta,” ujar Budi Santoso.
Ia menjelaskan mekanisme sederhana bahwa ketika harga di luar negeri naik, ekspor menjadi lebih menarik bagi petani dan pedagang, yang pada akhirnya berdampak pada menipisnya stok untuk pasar domestik.
Kelangkaan bahan baku ini bukan sekadar isu harga, melainkan juga menyentuh kelangsungan operasi pabrik-pabrik pengolahan kelapa. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong kebijakan tata kelola kelapa yang lebih baik guna menjamin ketersediaan pasokan domestik.






