Berita

Komisi Yudisial Dorong Pengetatan Seleksi Hakim Agung, Larang Calon dengan Rekam Jejak Sanksi Sedang

Advertisement

Anggota Komisi Yudisial (KY) Setyawan Hartono mengusulkan pengetatan persyaratan bagi calon hakim agung. Ia secara tegas menyatakan bahwa hakim yang pernah dijatuhi sanksi sedang seharusnya tidak diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai hakim agung, sebuah langkah yang dinilai akan meningkatkan kualitas seleksi.

Setyawan menjelaskan bahwa aturan yang berlaku saat ini hanya menghalangi hakim yang pernah menerima sanksi berupa pemberhentian sementara. Padahal, menurutnya, jenis sanksi yang bisa dijatuhkan kepada hakim sangat beragam.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Pengetatan Syarat Calon Hakim Agung

“Selama ini persyaratan untuk menjadi calon hakim agung, hakim tidak pernah dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sementara padahal sanksi itu banyak,” ujar Setyawan di Gedung KY, Jakarta Pusat, pada Selasa (23/12/2025).

Ia melanjutkan, “Artinya bukan hanya sanksi pemberhentian sementara yang menjadi hambatan untuk mencalonkan diri sebagai hakim agung, tapi paling tidak sanksi sedang pun sudah menjadi…artinya menjadi syarat administratif untuk mencalonkan diri sebagai hakim agung.” Usulan ini bertujuan untuk memastikan bahwa calon hakim agung memiliki rekam jejak yang bersih dari pelanggaran serius.

Menurut Setyawan, pengetatan syarat ini akan sangat efektif dalam proses seleksi. Calon hakim agung dengan riwayat sanksi akan langsung tersisih, sehingga meminimalkan upaya yang tidak perlu dari para calon.

“Sehingga ini juga tidak akan merugikan para hakim yang mencalonkan diri karena sudah capek-capek tapi dalam rekam jejak juga kalau pernah kena sanksi juga pasti kemungkinan besar akan tersisih,” jelasnya.

Advertisement

Pergeseran Paradigma Pengawasan KY

Selain usulan pengetatan syarat, Setyawan juga menyoroti pendekatan Komisi Yudisial dalam menangani pelanggaran hakim. Ia menilai bahwa penanganan yang dilakukan KY selama ini cenderung bersifat represif.

“Selama ini prestasi KY itu dilihat dari indikasi seberapa banyak pengaduan yang bisa ditindaklanjuti, ditangani, dan berapa banyak hakim yang direkomendasikan dijatuhi sanksi gitu ya. Jadi lebih bersifat repressive-oriented gitu ya,” ungkap Setyawan.

Ia berharap KY dapat beralih ke pendekatan yang lebih preventif, dengan fokus pada pencegahan pelanggaran oleh hakim. Setyawan menginginkan agar jumlah pengaduan yang masuk ke KY, terutama yang layak ditindaklanjuti, dapat terus menurun.

“Saya dalam kapasitas selaku ketua bidang mempunyai gagasan bahwa ke depan KY lebih preventive-oriented ya dalam konteks pengawasan hakim. Artinya kita mencegah ya terjadinya pelanggaran-pelanggaran oleh hakim dan tentu indikasinya keberhasilannya nanti kalau pengaduan itu semakin turun, lebih-lebih pengaduan yang layak ditindaklanjuti semakin turun itu berarti mengindikasikan bahwa pelanggaran yang terjadi semakin turun ataupun paling tidak pelanggaran yang layak ditindaklanjuti semakin turun,” pungkasnya.

Advertisement
Mureks