Harga emas dan perak kembali menunjukkan penguatan signifikan pada Selasa (30/12/2025) waktu setempat, setelah sempat mengalami tekanan jual tajam. Kebangkitan ini memicu optimisme di pasar bahwa reli historis logam mulia masih memiliki potensi untuk berlanjut, di tengah ketatnya persaingan global dalam mengamankan pasokan logam strategis.
Kontrak berjangka emas tercatat naik kurang dari 1 persen, mencapai kisaran 4.362 dollar AS per troy ons. Sementara itu, harga perak melonjak tajam hingga 8 persen, bangkit setelah mencatatkan penurunan harian terbesar sejak tahun 2021. Dengan kinerja ini, kedua logam mulia tersebut berada di jalur untuk mencetak kenaikan tahunan terbesar sejak 1979, sebuah indikasi kuatnya permintaan dan dinamika pasokan global yang semakin menantang.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Fenomena serupa juga terlihat pada platinum dan tembaga, yang diperdagangkan di dekat level rekor. Pergerakan harga ini tak lepas dari perlombaan global dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) serta upaya masif negara-negara untuk menguatkan kembali basis manufaktur domestik mereka.
Dunia Hadapi “Perang Logam”
“Kita sedang berada dalam perang logam,” ujar Josh Phair, pendiri sekaligus CEO produsen dan distributor logam mulia Scottsdale Mint, seperti dikutip dari Yahoo Finance pada Rabu (31/12/2025).
Phair menjelaskan, tren negara-negara yang berupaya mengamankan sumber daya logam strategis ini bermula dari emas. Pembelian besar-besaran oleh bank sentral di seluruh dunia telah mendorong harga emas melonjak 68 persen sejak awal tahun, menyusul kenaikan 27 persen pada tahun sebelumnya.
Tidak hanya emas, harga perak dan tembaga juga turut melonjak dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini terjadi setelah Amerika Serikat secara resmi memasukkan kedua logam tersebut ke dalam daftar mineral kritis, yang dinilai vital bagi perekonomian dan keamanan nasional AS.
“Pusat-pusat data yang berkembang sangat cepat di Amerika Serikat membutuhkan perak untuk menjaga posisinya di dunia,” tambah Phair, menyoroti peran krusial perak dalam infrastruktur teknologi modern.
Pembatasan Ekspor China dan Kebutuhan Industri
Dari sisi pasokan, kekhawatiran akan terjadinya kelangkaan global semakin meningkat. China, yang merupakan negara penambang perak terbesar ketiga di dunia, diperkirakan akan membatasi ekspor perak mulai 1 Januari 2026.
“China membatasi ekspornya. Itu berarti negara-negara lain harus mencari sumber logam tersebut dari tempat lain,” kata Phair, menggarisbawahi dampak kebijakan ini terhadap pasar global.
Menurut data dari Silver Institute, sekitar 60 persen perak dunia digunakan untuk kebutuhan industri. Penggunaan ini mencakup berbagai sektor, mulai dari produksi panel surya, komponen pusat data, hingga baterai kendaraan listrik.
Tingginya kebutuhan industri terhadap perak ditegaskan oleh langkah Samsung pada Oktober lalu, yang menandatangani kesepakatan senilai 7 juta dollar AS untuk mengamankan pasokan perak di masa depan dari sebuah tambang di Meksiko.
Valuasi Perak dan Pengaruh Makroekonomi
Meskipun sejumlah analis memperingatkan bahwa harga logam mulia saat ini berada pada level yang terlalu tinggi, Phair memiliki pandangan berbeda. Ia menilai harga perak masih tergolong murah jika disesuaikan dengan inflasi.
“Perak mungkin sudah terlalu murah dalam waktu yang lama, dan itu menjadi salah satu pendorong kenaikannya,” ungkap Phair.
Ia menambahkan, jika harga tertinggi perak pada tahun 1980 sebesar 50 dollar AS disesuaikan dengan inflasi, nilainya kini akan berada di atas 200 dollar AS per troy ons.
Kenaikan harga logam sepanjang tahun ini juga terjadi seiring dengan melemahnya dollar AS hampir 10 persen serta kebijakan Federal Reserve yang memangkas suku bunga sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2025, memberikan dorongan tambahan bagi daya tarik logam mulia sebagai aset lindung nilai.






