Internasional

Israel Akui Somaliland, Langkah Kontroversial di Tengah Kecaman 21 Negara Arab dan Afrika

Israel secara mengejutkan mendukung dan mengakui Somaliland sebagai negara berdaulat pada Jumat (26/12). Langkah ini memicu gelombang kecaman dari 21 negara Arab dan Afrika.

Keputusan Tel Aviv tersebut dinilai melanggar hukum internasional dan mengancam stabilitas regional. Pasalnya, Somaliland, yang merupakan pecahan Somalia, tidak diakui oleh banyak negara, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Latar Belakang Somaliland dan Status ‘Negara Gagal’

Somaliland mendeklarasikan kemerdekaan dari Somalia pada 1991, setelah konflik berkepanjangan. Kelompok pemberontak Somali National Movement (SNM) adalah pihak yang berperang dengan Somalia hingga kini.

Somalia sendiri masuk dalam kategori “negara gagal” bersama sejumlah negara lain seperti Sudan, Kongo, dan Zimbabwe. Salah satu indikator utama status ini adalah konflik internal yang berkepanjangan.

Pola Normalisasi Israel dengan Negara Afrika Mayoritas Muslim

Pendekatan Israel terhadap negara-negara Afrika yang mayoritas Muslim bukanlah hal baru. Pada 2021, Sudan telah mengumumkan pembukaan normalisasi hubungan dengan negara Zionis tersebut.

Pengumuman ini disampaikan tak lama setelah penguasa Sudan sebelumnya, Omar al-Bashir, tumbang. Normalisasi Sudan dan Israel diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui Abraham Accord.

Bahkan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin Dewan Kedaulatan transisi sipil-militer di Sudan, telah bertemu secara diam-diam dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Februari 2020 di Uganda. Pertemuan tersebut menunjukkan keseriusan kedua belah pihak untuk membuka hubungan diplomatik.

Menurut Kholood Khair, seorang analis politik Sudan, Abraham Accord merupakan cara bagi pemerintah transisi Sudan untuk “mencoba dan memperbaiki hubungan antara dirinya dan Amerika setelah jatuhnya [mantan diktator] Omar al-Bashir, dan juga antara dirinya dan Emirat yang sangat anti-Ikhwanul Muslimin.”

Burhan juga merasa senang dengan sinyalemen dari Amerika Serikat yang menyatakan kesiapan untuk mempertimbangkan penghapusan Sudan dari daftar negara sponsor terorisme.

Dampak Normalisasi: Kondisi Sudan Memburuk

Tiga tahun setelah perjanjian Abraham, kondisi Sudan justru memburuk. Meskipun Netanyahu menggambarkan hubungannya dengan Sudan sebagai kemenangan kebijakan luar negeri, hal itu dapat menjadi bumerang.

Risiko ini muncul jika pemerintahan terpilih di Sudan di masa mendatang mengaitkan perjanjian normalisasi dengan militer. Perjanjian taktis semacam itu akan membahayakan peluang di masa depan untuk memulihkan hubungan Israel-Sudan oleh pemerintahan Sudan yang terpilih.

Saat ini, Sudan mengalami masa-masa sulit akibat perang saudara antara militer dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), sebuah pasukan paramiliter yang kuat, yang dimulai pada April 2023. Situasi ini membuat banyak pihak mempertanyakan normalisasi Israel terhadap Sudan yang justru terjadi di tengah konflik internal tersebut.

Sudan sendiri bukanlah negara sahabat Israel sejak lama. Khartoum dikenang oleh Israel sebagai kota tempat Liga Arab pada tahun 1967 mengumumkan resolusi “Tiga Tidak” terhadap Israel: tidak ada pengakuan, tidak ada perdamaian, dan tidak ada perundingan.

Mureks