Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Wahyu Widada mengungkapkan adanya peningkatan visibilitas pelanggaran pada tahun 2025. Kondisi ini disebutnya sebagai cerminan semakin terbukanya akses pelaporan bagi masyarakat, yang pada gilirannya membuat publik lebih berani untuk melapor ke institusi kepolisian.
Wahyu menjelaskan, terjadi pergeseran tren pelanggaran yang signifikan antara tahun 2024 dan 2025. Pada tahun 2024, jenis pelanggaran terbanyak adalah yang berkaitan dengan tugas kedinasan kepolisian, dengan total 1.324 kasus.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Namun, pada tahun 2025, tren tersebut bergeser. Kategori pelanggaran paling banyak justru terkait dengan perilaku, kehidupan berkeluarga, dan bermasyarakat, yang mencapai 1.730 kasus. Disusul kemudian oleh pelanggaran norma hukum, penanganan perkara pidana, dan pelayanan kepolisian.
“Dari perbandingan data tahun 2024 2025 terlihat peningkatan visibilitas pelanggaran pada tahun ini, hal ini menunjukkan semakin terbukanya akses pelaporan masyarakat, meningkatnya keberanian publik untuk melapor, serta semakin transparannya sistem pengawasan internal polri,” kata Wahyu di Mabes Polri, Selasa (30/12/2025).
Menurut Wahyu, data tersebut tidak semata-mata mengindikasikan peningkatan jumlah pelanggaran, melainkan lebih kepada keberanian publik yang meningkat untuk melaporkan serta keterbukaan sistem pengawasan internal Polri yang semakin baik.
“Sehingga mekanisme kontrol dan akuntabilitas organisasi berjalan lebih efektif dan responsif terhadap dinamika di lapangan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pengawasan harus diiringi dengan sanksi tegas apabila ditemukan pelanggaran. Tanpa penindakan, pengawasan dianggap tidak memiliki makna.
“Sering kami menyebut bahwa kalau hanya diawasi saja tidak ada gunanya tanpa ada sanksi, jadi sanksi adalah gigitnya pengawasan. Jadi kalau sudah diawasi, tetap melakukan pelanggaran ya tinggal digigit karena kalau tidak digigit ya percuma saja. Oleh karena itu, ketegasan pimpinan dalam hal ini perintah langsung Kapolri untuk jangan ragu-ragu menindak tegas terhadap anggota yang melanggar,” jelasnya.
Ribuan Sanksi Disiplin dan Kode Etik Dijatuhkan
Sepanjang tahun 2025, Polri telah menjatuhkan 5.061 putusan sidang disiplin. Berbagai jenis sanksi pembinaan telah diberikan, antara lain 1.711 sanksi penempatan dalam tempat khusus, 1.289 sanksi teguran tertulis, 804 sanksi penundaan mengikuti pendidikan, 510 sanksi tunda pangkat, 364 sanksi demosi, dan 393 sanksi lainnya terkait kasus disiplin.
Selain itu, pada tahun yang sama, Polri juga telah menjatuhkan 9.817 putusan sidang kode etik profesi Polri. Dari jumlah tersebut, 2.707 sanksi etik berupa pernyataan perbuatan sebagai perbuatan tercela, 1.951 permintaan maaf secara lisan dan tertulis, 1.709 sanksi penempatan khusus (patsus) selama 30 hari, 1.196 sanksi demosi, 689 sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), 637 sanksi tunda pangkat dan pendidikan, serta 44 sanksi lainnya.
“Secara substansif, data ini merefleksikan transformasi Polri menuju organisasi yang semakin akuntabel, transparan, dan berorientasi pada perbaikan berkelanjutan, di mana pelanggaran yang terjadi ditindak tegas, tidak ditutup-tutupi, diproses secara terbuka, dan dijadikan sebagai instrumen pembelajaran institusional dalam memperkuat integritas dan profesionalime anggota,” pungkas Wahyu.






