Mahkamah Agung (MA) menegaskan peran krusial hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kerja sosial seiring berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026. Hakim diwajibkan untuk mencantumkan secara detail durasi dan lokasi pelaksanaan pidana kerja sosial dalam amar putusan.
Ketua Kamar Pidana MA, Prim Haryadi, menjelaskan bahwa sesuai Pasal 85 KUHP, pidana kerja sosial tidak boleh melebihi enam bulan. Oleh karena itu, hakim harus merinci berapa jam kerja sosial dilakukan dalam sehari, berapa hari dalam seminggu, serta di mana lokasi kerja sosial tersebut dilaksanakan.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
“Mengacu kepada Pasal 85 KUHP tersebut, dikatakan bahwa kerja sosial itu tidak boleh lebih dari 6 bulan masanya. Oleh karenanya, hakim dalam menjatuhkan pidana kerja sosial harus menyebutkan dalam satu hari itu berapa jam. Kemudian, dalam satu minggu itu, berapa hari terdakwa harus melakukan kerja sosial dan menyebutkan di mana tempat kerja sosial itu dilakukan. Apakah di rumah sakit, apakah di rumah-rumah ibadah, gitu ya,” kata Prim Haryadi di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Prim juga mengungkapkan adanya koordinasi antara MA dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait mekanisme ini. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) sempat mengusulkan agar hakim hanya menyebutkan durasi pidana kerja sosial, sementara penentuan lokasi diserahkan kepada jaksa untuk disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
“Nah, memang, nah ini jujur saja ini, ada pembicaraanlah antara Pak Jampidum (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum) dengan kami. Pak Jampidum menginginkan kalau bisa, katanya, sudah ada pembicaraan Pak Jampidum dengan Kementerian Dalam Negeri kalau tidak salah saya, beliau berkeinginan agar hakim hanya menyebutkan tentang lamanya saja. Tempat itu nanti mereka (jaksa) yang menyesuaikan dengan kondisi daerah setempat,” terang Prim.
Namun, Prim Haryadi menegaskan bahwa MA belum mengambil keputusan final mengenai usulan tersebut. Mekanisme lebih lanjut masih dalam tahap pembahasan intensif oleh tim internal MA.
“Tapi ini tentu kami tidak bisa putuskan, seperti tadi kami katakan di awal, kami sedang bahas ini dengan tim kami ya. Sementara kesepakatan Kamar Pidana sudah memutuskan bahwa dalam amar tentang kerja sosial harus menyebutkan pertama sekali, tentang menyatakan kesalahan terdakwa,” ujar Prim.
Ia melanjutkan, “Yang kedua, menyatakan bentuk jenis pidananya adalah kerja sosial. Yang ketiga, menyebutkan berapa lama kerja sosial dilaksanakan dalam satu hari, berapa jam. Kemudian, dalam satu minggu berapa hari dan dilaksanakan di mana, itu dibunyikan dalam amar putusan.”
Pemberlakuan KUHP baru yang membawa inovasi seperti pidana kerja sosial ini diharapkan dapat memberikan alternatif hukuman yang lebih humanis dan berorientasi pada rehabilitasi sosial.






