Menjelang pergantian tahun, banyak individu dan keluarga sibuk menyusun daftar resolusi untuk tahun mendatang. Target-target seperti menabung lebih disiplin, mengurangi beban utang konsumtif, atau memulai investasi seringkali mendominasi daftar tersebut. Namun, di antara berbagai tujuan finansial itu, satu elemen fundamental kerap terlewatkan padahal perannya sangat mendasar: dana darurat.
Konsep dana darurat bukanlah hal baru dalam perencanaan keuangan pribadi. Namun, urgensinya kembali mengemuka seiring dengan dinamika data konsumsi dan tabungan rumah tangga yang menunjukkan tren tidak selalu searah, terutama menjelang tahun 2026.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Dinamika Konsumsi dan Tabungan Rumah Tangga
Di satu sisi, optimisme konsumen menunjukkan peningkatan yang signifikan. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada November 2025 mencapai level optimistis 124,0. Angka ini naik dari 121,2 pada bulan sebelumnya, ditopang oleh kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
Namun, gambaran berbeda terlihat pada kemampuan menabung sebagian rumah tangga. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), melalui Survei Konsumen dan Perekonomian, mencatat Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada November 2025 berada di level 77,4. Angka ini menunjukkan sedikit penurunan sebesar 0,3 poin dibandingkan Oktober 2025.
Penurunan IMK ini sejalan dengan Indeks Kemampuan Menabung (IKPM) yang juga turun 1,7 poin menjadi 65,9. Ironisnya, Indeks Kemauan Menabung (IKMM) justru menunjukkan peningkatan 1,2 poin menjadi 88,9.
“Perkembangan ini mencerminkan kemauan menabung konsumen terus meningkat di tengah kemampuan menabung konsumen yang cenderung stabil,” kata Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono, dalam keterangan tertulisnya.
Dinamika ini menggambarkan realitas yang akrab bagi banyak rumah tangga: niat untuk menabung ada dan bahkan meningkat, tetapi pengeluaran rutin, ditambah dengan kejadian tak terduga, seringkali membuat tabungan mudah tergerus atau tergeser. Inilah mengapa dana darurat menjadi sangat relevan sebagai bagian dari resolusi keuangan 2026; bukan sekadar target nominal, melainkan sebuah mekanisme perlindungan vital agar rencana keuangan tidak goyah hanya karena satu insiden.
Urgensi Dana Darurat di Tengah Tekanan Ekonomi
Secara makro, perekonomian Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III 2025 tumbuh 5,04 persen secara tahunan (yoy). Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 6.060,0 triliun, sementara atas dasar harga konstan tercatat Rp 3.444,8 triliun.
Meskipun angka pertumbuhan ekonomi ini menggembirakan, bukan berarti semua rumah tangga otomatis memiliki bantalan keuangan yang kuat. Tekanan pengeluaran tetap menjadi tantangan, salah satunya tercermin dari inflasi. BPS merilis inflasi tahunan (yoy) November 2025 sebesar 2,72 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 109,22. Inflasi ini mengikis daya beli dan menuntut alokasi dana yang lebih besar untuk kebutuhan sehari-hari.
Dalam konteks ini, dana darurat berfungsi sebagai “bantal” keuangan yang esensial untuk menghadapi situasi tak terduga seperti kehilangan pekerjaan, masalah kesehatan mendesak, kecelakaan, atau kerusakan rumah. Memasukkan dana darurat ke dalam resolusi keuangan 2026 bukan hanya tentang mencapai target angka, tetapi juga membangun fondasi stabilitas finansial yang kokoh di tengah ketidakpastian ekonomi.






