Menjelang pergantian tahun 2025/2026, Pasar Asemka, Jakarta Barat, kembali diramaikan oleh lapak-lapak penjual trompet dan kembang api musiman. Namun, di tengah keramaian pengunjung, geliat perdagangan pernak-pernik akhir tahun ini dilaporkan tak seramai tahun-tahun sebelumnya.
Pantauan detikcom pada Senin (29/12/2025) siang, sekitar pukul 12.00 WIB, menunjukkan area Pasar Asemka di Jalan Petak Baru, tepat di bawah flyover Pasar Pagi, masih cukup ramai. Para pedagang kembang api dan trompet terlihat menjajakan dagangan mereka di sepanjang jalan dan kolong flyover, bahkan sebelum memasuki area pasar dari arah Masjid Al-Malaka.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Berbagai jenis kembang api dan trompet terpajang di lapak-lapak kecil tersebut, meskipun mayoritas pedagang di kawasan ini tetap fokus menjual mainan. Suasana pasar semakin riuh dengan suara trompet yang ditiup nyaring oleh para pedagang, berpadu dengan lalu lalang kendaraan yang melintas.
Beberapa lapak khusus kembang api, terutama yang berada di area depan dekat masjid, tampak didatangi satu-dua pembeli secara bergantian. Namun, lapak-lapak lain di sekitarnya justru terlihat sepi pembeli, mengindikasikan penjualan yang belum merata.
Kondisi penjualan yang lesu ini turut dirasakan oleh Basir, seorang pedagang kembang api dan trompet musiman yang membuka lapaknya agak ke belakang dari muka Pasar Asemka. Ia mengungkapkan bahwa omzet penjualan tahun ini masih jauh di bawah capaian tahun sebelumnya.
Basir merinci, “Kalau omzet kembang api mungkin turun kisaran 35% lah.” Penurunan lebih drastis terjadi pada penjualan trompet. Ia menambahkan, “Kalau trompet lebih sedikit lagi yang beli, turun 50% dari tahun lalu. Padahal yang dagang juga lebih sedikit dibandingkan tahun lalu,” saat ditemui detikcom di lokasi.
Menurut Basir, kondisi ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang melarang pesta kembang api. Meski demikian, ia pribadi tidak terlalu merasakan dampak langsung dari larangan tersebut terhadap jenis kembang api yang ia jual.
Ia menjelaskan, “Larangan kan sudah dari tahun-tahun kemarin ya. Kalau saya cuma jual kembang api yang stik saja, biar aman. Saya jualan juga cuma kejar musiman saja. Kalau yang di depan lengkap.” Keputusan ini diambil untuk menghindari risiko produk kembang api tembak atau petasan yang tidak laku akibat larangan.
Selain itu, Basir juga menyoroti besarnya modal yang dibutuhkan untuk berjualan produk kembang api jenis lain, yang bisa mencapai miliaran rupiah. Berbeda dengan lapak kecilnya yang hanya memerlukan modal sekitar Rp 10 juta untuk menyediakan kembang api stik dan trompet.
Ia memaparkan, “Kalau untuk kembang api dan trompet, karena lapak saya kecil, ambilnya sedikit, paling Rp 10 juta. Kalau yang lengkap seperti di depan itu bisa miliaran. Biasanya ada bosnya lagi yang menyediakan barang, yang jual pedagang biasa di sini juga. Kalau modal sendiri pasti nggak ada yang kuat, apalagi kalau tidak sedang musim liburan, pasar sepi.”
Meskipun demikian, Basir masih menyimpan harapan agar penjualan trompet dan kembang api di lapaknya dapat membaik menjelang pergantian tahun. Ia optimistis, puncak penjualan pernak-pernik akhir tahun ini sering kali baru terjadi sehari sebelum perayaan Tahun Baru.
Ia menutup perbincangan dengan, “Biasanya puncaknya sehari sebelum Tahun Baru. Tapi ya nggak tahu juga, kita harap-harap saja ramai.”






