Keuangan

Pedagang Pasar Asemka Basir: “Penjualan Makin Sepi, Bahkan Lebih Parah dari Pandemi”

Jakarta, Senin 29 Desember 2025 – Keluhan mendalam datang dari para pedagang di Pasar Asemka, Jakarta Barat. Salah satu pasar legendaris yang dikenal dengan produk musiman ini kini menghadapi kenyataan pahit: penjualan yang kian merosot, bahkan disebut lebih parah dibandingkan masa pandemi Covid-19.

Basir, seorang pedagang di Pasar Asemka, mengungkapkan kekecewaannya saat ditemui detikcom pada Senin (29/12/2025). Menurutnya, kondisi pasar saat ini sangat sepi, membuat omzet harian sulit tercapai.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Penjualan Musiman Tak Lagi Menyelamatkan

Pasar Asemka memang dikenal sebagai pusat penjualan produk-produk yang mengikuti musim atau tren. Menjelang tahun baru, misalnya, lapak-lapak dipenuhi kembang api dan terompet. Saat libur sekolah tiba, mainan anak, aksesori, alat tulis, buku, botol minum, hingga kotak bekal makanan menjadi primadona.

“Kalau lebaran ya banyak kembang api juga, terus agustus itu kan tujuhbelasan banyak jual kado atau hadiah-hadiah lomba kan, yang dijual ya yang lagi banyak dicari saja buat hadiah, nggak tentu,” kata Basir, menjelaskan dinamika penjualan di pasar tersebut.

Produk yang sedang tren juga kerap menjadi andalan. Basir mencontohkan pistol mainan dengan peluru gel yang sempat ramai dua bulan terakhir. “Kemarin yang lagi musim sebelum ini, itu pistolan yang peluru gel kaya gitu (sambil menunjuk pistol mainan yang berada di lapaknya). Kemarin saya juga sempat jualan itu, masuk minggu-minggu kemarin baru jualan kembang api sama trompet,” ujarnya.

Namun, tren tersebut tidak bertahan lama. “Pistolan sempat ramai itu dua bulanan ini lah. Saya jualan pistolan waktu dua minggu awal lah, itu ramai banget. Sekarang sudah lumayan agak kendor kan, jadi balik lagi ke musiman ini saja buat trompet sama kembang api,” lanjut Basir.

Strategi mengandalkan produk musiman ini, menurut Basir, dilakukan banyak pedagang untuk menutupi omzet harian yang kini semakin sepi. Lapak Basir sendiri sehari-hari menjajakan karpet dan keset.

“Jualan musiman ya buat nutup dagangan yang sehari-hari. Sekarang kan pasar sepi banget. Kalau bukan musim liburan kaya gini pasar benar-benar sepi. Tidur saya di sini, tidur saking keselnya nunggu pembeli nggak ada, ngantuk tidur saja,” keluhnya.

Dampak Ekonomi dan Persaingan Online

Ketika ditanya produk musiman mana yang masih laku, Basir menegaskan bahwa semua produk mengalami penurunan penjualan secara merata. Baik itu mainan, kembang api, terompet, maupun alat tulis anak.

“Semuanya turun sekarang, makanya kalau misalkan kita nggak mengandalkan yang musiman susah sekarang. Kayanya pasar memang semua sekarang sepi ya, mungkin gara-gara perekonomiannya,” papar Basir, mencoba menganalisis penyebab kemerosotan.

Selain faktor ekonomi, Basir juga menyoroti dampak persaingan dari penjualan daring. Banyak pembeli yang datang ke Pasar Asemka hanya untuk membandingkan harga dengan produk di platform online.

“Bisa juga online, soalnya banyak juga yang datang ke sini buat bandingkan harga. Padahalkan barang online sama yang di sini beda. Sama-sama karpet misalkan, tapi kan yang di online sama di sini beda barang. Saya ada jual Rp 35 ribu, ditawar Rp 20 ribu, katanya harga online segitu, padahal mah beda produk kan,” terangnya.

Pada akhirnya, Basir menyimpulkan bahwa penjualan secara keseluruhan, baik produk harian maupun musiman, terus merosot. Kondisi ini bahkan dianggap lebih buruk dari masa pandemi.

“Penjualan pokoknya dari tahun ke tahun makin sepi. Malah pas pandemi masih lebih ramai, kelihatannya memang lebih sepi, tapi yang datang itu pasti beli. Ibaratnya dari 10 orang, 8 orang tuh beli,” pungkas Basir, menggambarkan betapa sulitnya kondisi saat ini bagi para pedagang di Pasar Asemka.

Mureks