Keuangan

INDEF Peringatkan: “Garam Pun Kita Impor,” Ekonomi Indonesia Rentan Gejolak Global Akibat Ketergantungan

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai ekonomi Indonesia berada dalam posisi rentan terhadap gejolak geopolitik global. Kerentanan ini utamanya disebabkan oleh tingginya tingkat ketergantungan Indonesia terhadap pasokan impor dari luar negeri.

Peneliti INDEF, Esther Sri Astuti, menjelaskan bahwa kenaikan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat telah memberikan tekanan luas ke banyak negara, termasuk di Asia Tenggara. Meskipun negara-negara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand dinilai lebih tahan berkat fondasi ekonomi yang kuat, Indonesia menghadapi situasi yang berbeda.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

“Nah, kalau kita ini relatif rentan gitu ya, karena selain kerentanan itu tergantung dari fundamental ekonomi. Kenapa fundamental ekonomi kita itu relatif rentan? Ya, karena ketergantungan kita terhadap dunia luar ini tinggi gitu,” kata Esther dalam Diskusi Publik Catatan Akhir Tahun INDEF: Liburan di Tengah Tekanan Fiskal, Senin (29/12/2025).

Ketergantungan impor yang besar ini, menurut Esther, tidak hanya terbatas pada barang modal, tetapi juga mencakup produk pangan. Ia menyoroti bahwa Indonesia bahkan masih mengimpor garam. “Sampai garam pun itu kita impor gitu,” ujarnya.

Volume impor yang tinggi berdampak pada cepatnya penggunaan cadangan devisa negara. Arus devisa keluar menjadi lebih besar dibandingkan akumulasi yang berasal dari ekspor, sehingga membuat ekonomi domestik sangat sensitif terhadap guncangan global. Akibatnya, ketika ekonomi dunia melambat, pertumbuhan nasional Indonesia turut tertahan.

INDEF mendesak pemerintah untuk segera mengubah arah kebijakan ekonomi. Fokus utama harus dialihkan pada penguatan kemandirian nasional di berbagai sektor. “Artinya kemandirian pangan, kemandirian energi, kemandirian ekonomi ini harus menjadi tolok ukur keberhasilan kita,” tutur Esther.

Selain itu, INDEF juga menyoroti masalah minat investasi di Indonesia. Esther menilai bahwa kebijakan dan stimulus yang ada saat ini belum mampu menjawab kebutuhan konkret para investor. Investor membutuhkan kepastian terkait infrastruktur dasar, seperti pasokan energi, air, dan konektivitas, sebagai pertimbangan utama sebelum memutuskan untuk membangun pabrik.

Sektor pariwisata juga menghadapi tantangan serupa. Akses transportasi dan koneksi penerbangan yang dinilai belum memadai menjadi hambatan dalam mendorong arus investasi di sektor ini.

Mureks