Keuangan

Burhanuddin Abdullah Peringatkan Produktivitas Pekerja RI Tertinggal Jauh dari Singapura dan Malaysia

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah menyoroti tajam rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Ia juga memperingatkan adanya jurang peradaban dalam aspek inovasi.

Pernyataan tersebut disampaikan Burhanuddin Abdullah, yang juga menjabat sebagai Board of Advisors Prasasti Center for Policy Studies dan Ketua Dewan Pembina BACenter, dalam forum Refleksi Akhir Tahun 2025 untuk Membangun Masa Depan. Acara ini berlangsung di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, pada Senin malam (29/12/2025).

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Produktivitas Pekerja RI Jauh di Bawah Standar Regional

Burhanuddin membeberkan data produktivitas tenaga kerja Indonesia pada tahun 2024 yang hanya mencapai sekitar US$ 28.000 per pekerja per tahun. Angka ini sangat kontras jika dibandingkan dengan Singapura yang melampaui US$ 150.000, Malaysia sekitar US$ 55.000, dan Thailand US$ 40.000.

“Produktivitas tenaga kerja kita di tahun 2024 per pekerja US$ 28 ribu. Bandingkan dengan Singapura yang US$ 150 ribu, Malaysia US$ 55 ribu, Thailand US$ 40 ribu,” tegas Burhanuddin.

Ia melanjutkan, secara persentase, produktivitas pekerja Indonesia hanya setara dengan 18% dari pekerja Singapura dan 50% dari pekerja Malaysia. Menurutnya, data ini merupakan sinyal kuat bagi pemerintah untuk segera melakukan pembenahan serius.

“Jadi produktivitas pekerja Indonesia hanya 18% dari pekerja Singapura dan 50% dari pekerja Malaysia. Saya kira ini merupakan sinyal yang kuat bagi kita, kita harus melangkah lebih cepat dan melompat lebih tinggi,” ujar Burhanuddin, menyerukan percepatan reformasi.

Kesenjangan Inovasi: Jurang Peradaban

Selain produktivitas, Burhanuddin juga menyoroti kesenjangan yang mencolok dalam aspek inovasi. Data paten per satu juta penduduk menunjukkan bahwa Indonesia hanya mencatat 84 paten dalam periode 2000-2023.

Angka ini sangat jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang mencapai lebih dari 22.000 paten, bahkan Korea Selatan yang melampaui 93.000 paten dalam periode yang sama.

Menurut Burhanuddin, kesenjangan ini bukan sekadar perbedaan angka, melainkan sebuah “jurang peradaban” yang membutuhkan respons radikal. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa Indonesia membutuhkan lompatan besar dan bukan hanya sekadar perbaikan bertahap untuk mengejar ketertinggalan.

Mureks