Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan realisasi jumlah perusahaan yang melantai melalui skema Initial Public Offering (IPO) sepanjang tahun 2025 belum memenuhi target awal. Kendati demikian, BEI menilai capaian dari sisi nilai penghimpunan dana justru menunjukkan kinerja yang lebih solid dibandingkan tahun sebelumnya.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyampaikan bahwa dari target 45 perusahaan yang direncanakan melakukan IPO, hingga akhir 2025 baru terealisasi 26 emiten baru. Meskipun secara kuantitas belum optimal, nilai dana yang berhasil dihimpun meningkat.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
“Walaupun secara IPO target 45 IPO kita tercapai hanya 26, tetapi fundraise-nya meningkat menjadi Rp 18 triliun dibandingkan tahun lalu,” ungkap Iman dalam konferensi pers pada Selasa, 30 Desember 2025.
Secara keseluruhan, jumlah perusahaan tercatat di BEI hingga akhir 2025 telah mencapai 956 emiten. Pasar modal mencatat lonjakan signifikan dengan nilai rata-rata fundraise yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Sampai dengan hari ini jumlah perusahaan tercatat kita sudah 956, di mana fundraise-nya yang biasanya rata-rata Rp 200 triliun per tahun, tahun ini tembus hampir Rp 300 triliun, tepatnya Rp 278 triliun,” ujar Iman.
Di sisi lain, BEI mencatat hasil positif pada segmen perusahaan mercusuar atau lighthouse company, yakni emiten dengan kapitalisasi pasar minimal Rp 3 triliun. Iman menuturkan, jumlah perusahaan dalam kategori ini berhasil melampaui target yang sebelumnya dipatok hanya lima emiten, dengan enam perusahaan mercusuar baru tercatat sepanjang tahun ini.
Kinerja IHSG dan Partisipasi Investor Melonjak
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa atau all-time high (ATH) sebanyak 24 kali sepanjang 2025. Rekor terakhir terjadi pada 8 Desember 2025, menandai performa positif pasar modal nasional sepanjang tahun.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menyampaikan, ATH terakhir IHSG tercatat pada level 8.710,69 pada perdagangan 8 Desember lalu. Pada saat yang bersamaan, nilai kapitalisasi pasar juga menembus Rp 16.000 triliun.
“All-Time High kita tercapai di 8 Desember dengan nilai 8.711, market cap kita tembus Rp 16.000 triliun. Berapa kali all time high selama setahun ini? 24 kali,” ungkap Iman.
Menurut Iman, capaian tersebut tidak terlepas dari sinergi antara BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Self-Regulatory Organization (SRO) pasar modal. Selain itu, stabilitas dan dinamika perekonomian, baik domestik maupun global, turut mendukung kinerja positif IHSG.
Hingga akhir 2025, jumlah perusahaan tercatat di BEI mencapai 956 emiten dengan total penghimpunan dana sebesar Rp 278 triliun. Dari jumlah tersebut, terdapat 26 perusahaan baru yang melantai di bursa dengan nilai dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp 28 triliun.
Dari sisi partisipasi investor, jumlah investor pasar modal telah melampaui 20 juta. Iman Rachman menambahkan, lebih dari 900 ribu investor aktif melakukan trading bulanan dan di atas 250 ribu investor aktif melakukan trading harian.
Progres Demutualisasi Bursa Efek Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) memaparkan perkembangan kajian demutualisasi Bursa. Langkah ini bertujuan memperkuat independensi serta meminimalkan potensi konflik kepentingan.
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Eddy Manindo Harahap, menilai demutualisasi bukan langkah negatif, melainkan bagian dari upaya memperbaiki tata kelola pasar modal. Ia menegaskan perubahan struktur tersebut tidak akan mengubah pola pengawasan yang dilakukan OJK.
“Dengan adanya demutualisasi, pengawasan OJK sama saja, tidak ada yang berubah. Karena justru pengawasan itu hal yang penting dalam struktur pasar yang baru untuk menjaga keamanan dan integritas pasar modal,” kata Eddy dalam konferensi pers, Selasa, 30 Desember 2025.
Eddy juga menjelaskan demutualisasi Bursa merupakan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), dengan ketentuan teknis yang akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.
Saat ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam proses pembahasan di Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan telah meminta masukan dari OJK, dan secara substansi demutualisasi diarahkan untuk memperkuat tata kelola serta mengurangi konflik kepentingan, sehingga dinilai sebagai langkah positif yang prosesnya masih berjalan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman menyampaikan bahwa demutualisasi merupakan mandat regulasi, dengan posisi Bursa lebih sebagai pihak yang menjadi objek kebijakan.
“Posisi Bursa lebih sebagai objek. Tapi mungkin sebagai Bursa, kami mencoba membantu menyiapkan kajian, bagaimana struktur yang optimal di BEI dengan adanya Demutualisasi, karena kami akan belajar dari bursa-bursa lain,” ujar Iman.
BEI saat ini tengah menyusun kajian mengenai struktur organisasi pasca demutualisasi dengan melakukan perbandingan terhadap praktik di bursa lain. Melalui proses tersebut, Bursa berharap penerapan demutualisasi tetap menjaga tata kelola yang baik, khususnya terkait independensi dan pengelolaan konflik kepentingan.






