Menjelang penghujung tahun 2025, pergerakan mata uang di Asia kembali menjadi sorotan utama. Tidak hanya dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS, faktor domestik seperti kebijakan suku bunga, arus modal, hingga efek “booming” perdagangan emas turut membentuk dinamika ini. Di antara mata uang Asia, baht Thailand dan ringgit Malaysia muncul sebagai kandidat teratas penguatan sepanjang tahun.
Hingga pekan terakhir Desember 2025, kedua mata uang tersebut sama-sama menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS, bahkan sempat menyentuh level terkuat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, baht Thailand menjadi perhatian khusus karena lonjakan nilainya.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Baht Thailand: Menguat Dua Digit, Ditarik “Magnet” Emas
Dikutip dari Reuters, baht Thailand menguat sekitar 10 persen sepanjang tahun 2025. Kenaikan ini membawa baht ke level terkuatnya dalam lebih dari empat tahun terakhir terhadap dolar AS.
Lonjakan baht ini tidak lepas dari volume perdagangan emas yang sangat besar. Dalam sebuah pengarahan pada 23 Desember 2025, pejabat Kementerian Keuangan Thailand, Lavaron Sangsnit, mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mengkaji pengenaan pajak bisnis khusus untuk perdagangan emas melalui platform online. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan langkah-langkah untuk membatasi volume transaksi di tengah lonjakan baht.
Gubernur Bank Sentral Thailand (Bank of Thailand/BOT), Vitai Ratanakorn, dalam pengarahan yang sama, secara eksplisit menautkan penguatan baht dengan volume perdagangan emas yang masif. Ratanakorn menegaskan bahwa penguatan baht tersebut “tidak sejalan dengan fundamental.” Oleh karena itu, otoritas akan mengelola transaksi emas online, termasuk menetapkan batas maksimum volume bagi pedagang emas besar, serta mengawasi transaksi emas dalam baht yang dinilai tidak biasa besar.
Pemerintah Thailand juga telah resmi mengenakan bea keluar untuk ekspor emas. Kebijakan ini diperkirakan dapat menekan margin emiten tambang, meskipun harga saham mereka masih bergerak positif. Isu emas memang menjadi kata kunci yang berulang dalam cerita penguatan baht sepanjang tahun 2025.
Menteri Keuangan Thailand, Ekniti Nitithanprapas, menyampaikan kekhawatirannya bahwa baht yang terlalu kuat “merugikan” ekonomi Thailand. Menanggapi situasi ini, Bank Sentral Thailand melakukan intervensi “besar” pada 26 Desember 2025 untuk meredam volatilitas, setelah baht menguat ke level tertinggi lebih dari empat tahun.
Ratanakorn menjelaskan bahwa intervensi tersebut dilakukan “untuk mengurangi volatilitas, tanpa menargetkan level nilai tukar tertentu.” Selain faktor emas, beberapa pendorong penguatan baht lainnya adalah pelemahan dolar AS, arus masuk modal asing, serta surplus transaksi berjalan yang solid.
Sementara itu, ringgit Malaysia juga tercatat mengalami penguatan signifikan sepanjang 2025, bahkan sempat disebut sebagai “Jawara Asia” dalam beberapa laporan.






