Bekerja keras dan memiliki penghasilan yang stabil seringkali dianggap sebagai jaminan stabilitas finansial. Namun, bagi jutaan keluarga kelas menengah, realitasnya justru berbeda. Tekanan keuangan dan hidup dari gaji ke gaji masih menjadi bayang-bayang, meskipun pendapatan mereka tergolong cukup.
Pakar keuangan terkemuka asal Amerika Serikat, Dave Ramsey, menyoroti fenomena ini. Menurut Ramsey, masalah tersebut bukan semata-mata disebabkan oleh rendahnya besaran gaji, melainkan lebih pada pola perilaku dan cara berpikir yang mengakar. Setelah puluhan tahun mendampingi banyak orang, Ramsey mengidentifikasi kebiasaan-kebiasaan yang membuat kelas menengah sulit keluar dari jerat finansial dan gagal membangun kekayaan jangka panjang.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Dikutip dari New Trader U pada Senin (29/12/2025), berikut adalah empat dari sepuluh alasan utama mengapa kelas menengah tetap kesulitan secara finansial, menurut Dave Ramsey:
1. Tidak Menentukan Arah Uang Melalui Anggaran
Ramsey menekankan bahwa anggaran adalah fondasi manajemen keuangan yang sehat. “Anggaran adalah cara memberi tahu uang ke mana harus pergi, bukan bertanya ke mana uang itu hilang,” kata Dave Ramsey.
Tanpa perencanaan keuangan tertulis sebelum bulan berjalan, pendapatan cenderung habis untuk kebutuhan mendesak, seperti tagihan kartu kredit, pembelian impulsif, atau gaya hidup. Uang mengalir tanpa tujuan yang jelas untuk membangun kekayaan, sehingga Ramsey mendorong setiap rupiah diberi tugas sejak awal bulan.
2. Penghasilan Habis Dibayarkan ke Pihak Lain
Salah satu kebiasaan yang menguras kantong kelas menengah adalah memprioritaskan pembayaran kepada pihak lain. “Kamu bukan miskin karena kurang penghasilan. Kamu miskin karena penghasilanmu diberikan kepada semua orang,” ujar Ramsey.
Banyak pekerja kelas menengah cenderung membayar cicilan mobil, kartu kredit, pinjaman pendidikan, dan berbagai langganan terlebih dahulu, sebelum menyisihkan uang untuk diri sendiri. Akibatnya, sebagian besar penghasilan mereka justru lebih banyak memperkaya lembaga keuangan daripada membangun masa depan pribadi.
3. Membiayai Gaya Hidup dengan Utang
Utang konsumtif menjadi perusak utama kekayaan. Ramsey dengan tegas mengingatkan, “Jangan membeli barang yang tidak mampu kamu beli dengan uang yang tidak kamu miliki.”
Pembelian barang-barang seperti mobil baru, furnitur mewah, liburan impian, hingga kebutuhan harian seringkali dibiayai melalui utang atau kartu kredit. Kebiasaan ini menyebabkan cicilan dan bunga terus-menerus menggerus arus kas, menghambat kemampuan seseorang untuk menabung dan berinvestasi.
4. Mengutamakan Cicilan daripada Pembayaran Tunai
Perbedaan mendasar antara orang kaya dan kelas menengah terletak pada cara mereka melakukan pembayaran. “Orang kaya menghindari cicilan. Kelas menengah membuat cicilan,” ujar Ramsey.
Kecenderungan kelas menengah untuk memilih skema cicilan, bahkan untuk barang yang sebenarnya bisa dibeli tunai, menunjukkan pola pikir yang kurang strategis dalam mengelola keuangan. Hal ini tidak hanya menambah beban bunga, tetapi juga menunda akumulasi aset dan kekayaan.






