Nasional

Tsunami Gugatan ASN di PTUN Akhir 2025: Birokrasi Indonesia Hadapi Rapor Merah Kemenangan Pegawai

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di seluruh Indonesia menghadapi gelombang “tsunami gugatan” kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelang akhir tahun 2025. Fenomena ini secara terang-terangan menjadi rapor merah bagi birokrasi Indonesia, menyoroti peningkatan frekuensi kemenangan ASN dalam sengketa melawan pimpinan mereka.

Tren ini memunculkan pertanyaan krusial: mengapa ASN kini lebih sering memenangkan sengketa melawan pimpinan mereka di meja hijau? Akademisi dan pengajar hukum administrasi negara, Basuki Kurniawan, menyoroti bahwa efektivitas eksekusi putusan peradilan serta pemahaman mendalam terhadap sengketa Tata Usaha Negara (TUN) berbasis Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjadi kunci.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Peran UU 30/2014 dan AAUPB dalam Kemenangan ASN

Kemenangan ASN dalam sengketa kepegawaian seringkali didasarkan pada ketidakpatuhan pimpinan terhadap prosedur dan substansi hukum administrasi. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 secara tegas mengatur standar operasional pemerintah, termasuk dalam pengambilan keputusan kepegawaian. Setiap Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan pimpinan harus memenuhi prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

Selain itu, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) juga menjadi landasan kuat bagi ASN untuk menggugat. AAUPB mencakup prinsip-prinsip seperti kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Pelanggaran terhadap salah satu asas ini dapat menjadi celah bagi ASN untuk membatalkan SK pimpinan di PTUN.

Basuki Kurniawan, yang aktif berbagi edukasi publik mengenai standar operasional pemerintah yang sesuai dengan prinsip AAUPB, menggarisbawahi bahwa putusan PTUN yang memenangkan ASN seringkali menjadi cerminan dari kurangnya kepatuhan birokrasi terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. Ini menunjukkan bahwa “kesaktian” SK pimpinan tidak lagi mutlak dan harus tunduk pada koridor hukum yang berlaku.

Fenomena ini mendorong pimpinan birokrasi untuk lebih cermat dan akuntabel dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepegawaian. Kemenangan ASN di PTUN bukan hanya sekadar hasil hukum, melainkan juga indikator penting bagi reformasi birokrasi menuju pemerintahan yang lebih transparan dan berkeadilan.

Mureks