Internasional

Thailand dan Kamboja Sepakati Gencatan Senjata Setelah Tiga Pekan Bentrokan Mematikan di Perbatasan

Advertisement

Thailand dan Kamboja akhirnya menyepakati gencatan senjata segera setelah hampir tiga pekan bentrokan mematikan di wilayah perbatasan kedua negara. Kesepakatan penting ini diumumkan melalui pernyataan bersama menteri pertahanan kedua negara pada Jumat, 27 Desember 2025, menjelang pergantian tahun.

Dalam perjanjian tersebut, kedua pihak bersepakat untuk membekukan garis depan di posisi masing-masing. Selain itu, kesepakatan juga mengizinkan warga sipil di kawasan perbatasan untuk kembali ke rumah mereka setelah sebelumnya mengungsi akibat konflik.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Bentrokan yang berlangsung selama hampir tiga minggu terakhir diyakini telah menewaskan ratusan tentara dari kedua belah pihak. Konflik ini juga memaksa hampir satu juta orang mengungsi dari rumah mereka, menciptakan krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.

Gencatan senjata mulai berlaku pada Sabtu (27/12/2025) siang waktu setempat. Sebagai bagian dari kesepakatan, jika gencatan senjata ini berjalan selama 72 jam tanpa pelanggaran, Thailand akan membebaskan 18 tentara Kamboja yang telah ditahan sejak Juli lalu.

Terobosan diplomatik ini tercapai setelah serangkaian pembicaraan intensif yang didukung oleh upaya diplomatik dari China dan Amerika Serikat (AS). Selain penghentian tembak-menembak, kesepakatan juga memprioritaskan pemulangan pengungsi serta pembersihan ranjau darat di wilayah sengketa yang telah lama menjadi sumber ketegangan.

Ujian Kepercayaan dan Tantangan Perdamaian

Menteri Pertahanan Thailand, Natthaphon Narkphanit, menyebut gencatan senjata ini sebagai ujian kepercayaan bagi kedua belah pihak. “Ini adalah ujian atas ketulusan pihak lain. Jika gencatan senjata gagal terwujud atau dilanggar, Thailand tetap memiliki hak yang sah untuk membela diri berdasarkan hukum internasional,” ujar Natthaphon kepada wartawan, seperti dikutip BBC.

Advertisement

Berbeda dengan gencatan senjata sebelumnya pada Juli lalu, Presiden AS Donald Trump kali ini tidak tampil secara terbuka dalam proses mediasi. Meskipun demikian, Departemen Luar Negeri AS tetap terlibat aktif dalam proses diplomasi di balik layar.

Kesepakatan damai sebelumnya sempat runtuh awal bulan ini setelah bentrokan kembali pecah, dengan kedua pihak saling menyalahkan. Militer Thailand mengklaim pasukannya membalas tembakan Kamboja di Provinsi Si Sa Ket, yang mengakibatkan dua tentara Thailand terluka. Sebaliknya, Kementerian Pertahanan Kamboja menuduh pasukan Thailand menyerang lebih dulu di Provinsi Preah Vihear, dan menegaskan pihaknya tidak melakukan serangan balasan.

Bentrokan terus berlanjut hingga Desember. Pada Jumat lalu, Thailand bahkan melancarkan serangan udara ke wilayah Kamboja. Angkatan Udara Thailand menyatakan serangan tersebut menyasar “posisi militer yang diperkuat” setelah warga sipil dievakuasi. Namun, Kementerian Pertahanan Kamboja menyebutnya sebagai “serangan tanpa pandang bulu” terhadap rumah-rumah warga sipil.

Keberlangsungan gencatan senjata kali ini sangat bergantung pada kemauan politik kedua negara. Sentimen nasionalisme yang menguat di Thailand dan Kamboja, serta kerugian militer yang diderita Kamboja, baik personel maupun peralatan, serta dampak serangan udara Thailand, berpotensi menjadi ganjalan serius menuju perdamaian jangka panjang.

Perselisihan perbatasan Thailand-Kamboja sendiri telah berlangsung lebih dari satu abad. Ketegangan meningkat awal tahun ini setelah insiden simbolik di sebuah kuil yang disengketakan, disusul tewasnya seorang tentara Kamboja pada Mei, dan pertempuran sengit selama lima hari pada Juli yang menewaskan puluhan tentara dan warga sipil.

Advertisement
Mureks