Nasional

Syarif Yunus, Dosen dan Penulis Produktif, Temukan Kebahagiaan Sejati dalam Dekapan Cucu

Bagi sebagian orang, predikat ‘kakek’ mungkin identik dengan usia senja dan keterbatasan. Namun, tidak demikian halnya bagi Syarif Yunus, seorang dosen, konsultan, dan penulis produktif yang telah menghasilkan 54 buku. Sejak tahun 2023, ia menyandang status kakek, sebuah peran yang justru membawanya pada definisi kebahagiaan sejati yang baru.

Pria yang juga menjabat Ketua Dewas DPLK Sinarmas AM serta pendiri TBM Lentera Pustaka ini mengakui, usia memang membawa perubahan fisik. Rambut memutih dan fisik mulai terasa lelah, terlebih setelah memasuki masa pensiun. Namun, ia menegaskan bahwa aktivitasnya kini lebih berorientasi pada aktualisasi diri, bukan lagi mengejar kekayaan atau jabatan.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Di tengah fase hidup barunya ini, Syarif Yunus menemukan satu hal yang paling ia nikmati: menggendong cucu pertamanya. Ia mengungkapkan, “Ternyata senyum dan tawa cucu itulah kebahagiaan sejati.” Setelah puluhan tahun mendidik tiga anaknya hingga dewasa, kehadiran seorang cucu menjadi energi luar biasa yang mengisi hari-harinya dengan petualangan dan kegembiraan tak terhingga.

Dari momen menggendong cucu, Syarif Yunus memetik pelajaran berharga tentang bagaimana menyikapi hari tua. Ia menyadari pentingnya memilih lingkaran pergaulan yang terbatas dan tidak perlu mengurusi hal-hal yang tidak relevan. “Nikmati dan jalani hari tua bersama cucu. Bersyukur atas segala keadaan, berlapang hati atas segala pengalaman yang pernah menjadi pelajaran,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menekankan agar tidak mentoleransi orang yang tidak menghargai diri sendiri, maupun bertekad menyenangkan semua orang. “Pilihlah lingkungan yang sehat, untuk bisa menikmati hari-hari tua. Dan jangan tidak bahagia karena perbuatan orang lain,” pesannya, mengingatkan bahwa orang lain tidak memberi makan atau menyekolahkan kita, dan seringkali justru membenci atau membicarakan di belakang.

Menjelang akhir tahun dan menyambut tahun baru, Syarif Yunus mengajak untuk menghormati diri sendiri dan menemukan kenyamanan versi terbaik. Ia berpendapat bahwa resolusi tahun baru tidak sepenting semangat baru, sebab terlalu banyak berharap hanya akan berujung pada kekecewaan.

Ia juga menyoroti fakta bahwa wajah yang indah akan menua dan tubuh sempurna akan berubah. Oleh karena itu, fokus harus dialihkan dari fisik ke batin. “Skincare sehebat apapun, tidak akan mampu menyetop untuk tua. Maka bangunlah jiwa yang positif, lingkungan yang sehat, dan pilih tempat berbuat baik serta menebar manfaat seperti berkiprah di taman bacaan,” sarannya.

Syarif Yunus mengakui bahwa terkadang seseorang berada di “musim” yang tidak diinginkan. Namun, yang terpenting adalah sikap dalam meresponsnya, apakah memilih mengeluh atau berubah dan tetap tumbuh. Ia menganalogikan hidup seperti alam yang selalu menemukan cara untuk berkembang, apapun musimnya.

Tua adalah sebuah fakta yang tergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Orang yang kreatif tidak akan menyesali usianya, sementara orang yang murah hati tidak akan menyimpan kepahitan. “Sebab hati yang pahit adalah sumber dari segala penyakit. Tapi hati yang gembira adalah obat,” ujarnya.

Di hari tua, ia menyarankan untuk menyimpan uang yang cukup dan menghindari menyimpan kebencian. “Nikmati momen menggendong cucu. Jalani hari-hari dengan optimis tanpa keluhan. Syukuri yang ada dan dimiliki,” pungkas Syarif Yunus. Baginya, tidak ada suara yang lebih merdu dari tawa seorang cucu, dan tidak ada pelukan yang lebih hangat dari genggaman seorang cucu. “Sebab cucu, adalah harta yang tidak ternilai dan tidak akan habis hingga kita tiada. Saya bangga menggendong cucu,” tutupnya, salam dari pensiunan yang sudah tua.

Mureks