Berita

Serikat Pekerja Kampus dan Dosen Gugat UU ke MK, Desak Gaji Pokok Dosen Setara Upah Minimum Regional

Advertisement

Serikat Pekerja Kampus bersama sejumlah dosen mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini diajukan dengan tuntutan agar gaji pokok dosen disetarakan dengan upah minimum regional (UMR) yang berlaku di lokasi kampus mereka.

Berdasarkan pantauan detikcom dari situs resmi MK pada Jumat, 26 Desember 2025, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 272/PUU-XXIII/2025. Para pemohon diwakili oleh Serikat Pekerja Kampus, dengan Rizma Afian Azhiim, Isman Rahmani Yusron, dan Riski Alita Istiqomah sebagai perwakilan.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Mereka secara spesifik menggugat Pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dari UU Guru dan Dosen. Berikut adalah isi pasal-pasal yang menjadi objek gugatan:

Pasal 52 UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

  • (1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

  • (2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • (3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Para pemohon menyatakan bahwa hingga saat ini masih banyak dosen yang menerima gaji di bawah UMR di lokasi kampus tempat mereka mengajar. Isman Rahmani Yusron, salah satu pemohon, mengungkapkan pengalamannya sebagai dosen di Bandung.

Advertisement

“Dirinya mendapat gaji pokok Rp 2.567.252 per bulan sebagai dosen di salah satu kampus di Bandung,” ujar Isman.

Ia menambahkan, “Upah itu tak beda jauh dengan upah minimum provinsi Jawa Barat tahun 2025 Rp 2.191.238 dan di bawah upah minimum Kota Bandung 2025, Rp 4.209.309.” Isman juga menyebutkan bahwa per Oktober 2025, total penghasilan bersihnya mencapai Rp 2.805.269, yang terdiri dari gaji pokok dan sejumlah tunjangan.

Senada dengan Isman, pemohon lainnya, Riski Alika Istiqomah, juga mengaku gajinya berada di bawah upah minimum lokasi kampusnya. “Mengaku mendapat gaji pokok Rp 1,5 juta ditambah uang makan Rp 20 ribu per hari hadir dan tunjangan peningkatan kinerja Rp 500 ribu,” kata Riski.

Ia menegaskan, “Jumlah itu lebih rendah dari UMP Jabar tahun 2005 dan UMK Kota Bandung tahun 2025.” Para pemohon turut menyertakan data dari sejumlah kampus swasta yang menunjukkan praktik pemberian gaji dosen di bawah upah minimum regional.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK untuk:

  1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum regional yang berlaku di satuan pendidikan tinggi berada, yang didukung dengan kompensasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen yang bersifat tetap, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi’.
  3. Menyatakan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sepanjang kata ‘gaji’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum regional yang berlaku di satuan pendidikan tinggi berada, yang didukung dengan kompensasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen yang bersifat tetap, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi’.
  4. Menyatakan Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sepanjang kata ‘gaji’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum regional yang berlaku di satuan pendidikan tinggi berada, yang didukung dengan kompensasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen yang bersifat tetap, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi’.
  5. Memerintahkan putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Alternatifnya, para pemohon juga menyampaikan permohonan agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dapat memutus perkara ini seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Advertisement
Mureks