Indonesia selama puluhan tahun tanpa sadar telah membuang potensi ekonomi yang sangat besar di sektor pertambangan timah. Sisa hasil produksi (SHP) timah, yang selama ini diperlakukan sebagai limbah, ternyata menyimpan mineral strategis bernilai tinggi, yakni Logam Tanah Jarang (LTJ).
Penemuan ini menjadi salah satu isu paling banyak dibaca publik sepanjang tahun 2025, sehingga masuk dalam kategori “Big Stories 2025”.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Presiden Prabowo Soroti Potensi Tersembunyi
Presiden RI Prabowo Subianto sempat mengungkapkan bahwa SHP di wilayah Bangka Belitung, yang selama ini dianggap tidak bernilai, merupakan “harta karun” berupa Logam Tanah Jarang. Pernyataan ini disampaikan Prabowo dalam Musyawarah Nasional ke VI PKS di Hotel Sultan pada 28 September 2025 lalu.
“Yang lebih merisaukan tapi juga memberi harapan ternyata limbahnya, limbahnya memiliki nilai yang sangat tinggi, karena limbahnya ternyata berisi mineral-mineral yang disebut tanah jarang atau rare earth,” kata Prabowo.
Menyadari potensi yang belum banyak dipahami ini, Prabowo memerintahkan Bea Cukai untuk merekrut sejumlah ahli kimia. Mereka ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan terhadap material-material yang memiliki nilai tinggi tersebut.
Selain itu, Presiden juga menyoroti maraknya praktik penyelundupan hasil timah dari Bangka Belitung ke luar negeri. Menurutnya, hampir 80% hasil timah dari wilayah tersebut diselundupkan melalui berbagai jalur.
“Hampir 80% hasil timah diselundupkan dan menyelundupkannya macem-macem ada yang pakai kapal, ada yang pakai ferry, sekarang tutup tidak bisa keluar, sampan pun tidak bisa keluar,” tegas Prabowo.
PT Timah Akui Kelalaian Puluhan Tahun
Direktur Utama PT Timah, Restu Widiyantoro, membeberkan bahwa selama bertahun-tahun, SHP hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan. Terlebih, proses penambangan timah di laut melalui kapal isap hanya mengambil timahnya saja.
“Dan ini baru puluhan tahun kami belum aware bahwa ini nilainya luar biasa. Jadi baru kami ketahui,” ujar Restu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, yang dikutip pada Rabu, 24 September 2025.
Mulai saat ini, PT Timah berkomitmen untuk mengubah praktik tersebut. Perusahaan akan menahan dan mengumpulkan seluruh SHP untuk diolah lebih lanjut. Restu menambahkan bahwa selama ini, pihak swasta maupun pihak lain justru bergerilya mengumpulkan SHP yang dibuang oleh PT Timah.
“Karena kita ketidaktahuan pentingnya barang-barang ini. Jadi Insya Allah dengan arahan Bapak-Bapak dan Ibu sekalian kami akan mulai mengumpulkan, menjaga supaya SHP, sisa hasil produksi yang selama ini dibuang dan betul kami akan siapkan,” jelasnya.
Sayangnya, Restu tidak menjelaskan secara detail terkait SHP atau mineral ikutan timah tersebut. Namun, mineral ikutan pada komoditas timah yang bernilai tinggi sejatinya adalah monasit, karena mengandung Logam Tanah Jarang (LTJ).
Pemerintah Bentuk Badan Industri Mineral
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, turut mengonfirmasi bahwa sisa hasil produksi timah yang terbuang selama ini rupanya mengandung mineral strategis dengan harga yang sangat mahal. Menurutnya, turunan dari material timah menyimpan potensi mineral strategis yang menjadi incaran dunia, salah satunya Logam Tanah Jarang (LTJ) atau rare earth element.
Bahlil mengungkapkan, pemerintah telah membentuk Badan Industri Mineral. Lembaga ini bertugas mengkaji nilai tambah dari hasil turunan timah, termasuk logam tanah jarang.
“Makanya, Badan Industri Mineral sebagai lembaga pemerintah yang baru dibentuk akan bertugas untuk melakukan pengkajian terhadap nilai tambah daripada bagian hasil turunan dari processing Timah. Yang di dalamnya adalah logam tanah jarang dan ini harganya mahal sekali,” kata Bahlil di Kementerian ESDM pada Jumat, 26 September 2025.
Potensi dan Pemanfaatan Logam Tanah Jarang
Mengutip Booklet Logam Tanah Jarang yang dirilis Kementerian ESDM pada tahun 2020, potensi mineral tanah jarang di Indonesia berasal dari beberapa produk turunan hasil pengolahan mineral seperti timah, emas, alumina, pasir zirkon, hingga nikel. Mayoritas lokasi potensial berada di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.
Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan salah satu mineral strategis dan termasuk “critical mineral” yang terdiri dari 17 unsur. Unsur-unsur tersebut antara lain:
- Scandium (Sc)
- Lanthanum (La)
- Cerium (Ce)
- Praseodymium (Pr)
- Neodymium (Nd)
- Promethium (Pm)
- Samarium (Sm)
- Europium (Eu)
- Gadolinium (Gd)
- Terbium (Tb)
- Dysprosium (Dy)
- Holmium (Ho)
- Erbium (Er)
- Thulium (Tm)
- Ytterbium (Yb)
- Lutetium (Lu)
- Yttrium (Y)
LTJ juga memiliki peran krusial sebagai bahan baku pembuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di industri pertahanan. Beberapa material alutsista menggunakan unsur LTJ sebagai unsur paduan, seperti material Terfenol-D (paduan tiga logam Terbium, Iron, dan Dysprosium) untuk peredam gelombang sonar pada teropong bidik senapan malam (TBSM), serta material optik Yttrium aluminium garnet (YAG).
Dari total 28 lokasi mineralisasi LTJ yang terungkap, baru sekitar 9 lokasi (30%) yang telah dieksplorasi awal. Sementara itu, 19 lokasi mineralisasi LTJ (70%) lainnya belum dilakukan atau belum optimal dilakukan eksplorasi.






