Program Makan Bergizi Gratis (MBG), janji kampanye Presiden Prabowo Subianto, mulai dilaksanakan secara bertahap pada 6 Januari 2025. Program ini menargetkan 17,9 juta orang pada awal pelaksanaannya, termasuk anak sekolah, lansia, dan ibu hamil, dengan tanggung jawab pelaksanaan berada di bawah Badan Gizi Nasional (BGN).
Perjalanan program ini tidak mudah. Presiden Prabowo Subianto mengakui bahwa proyek MBG bukan merupakan proyek yang ringan. Namun, ia meyakinkan bahwa dana untuk program tersebut sudah tersedia.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Prabowo Jamin Dana Tersedia
“Ini proyek yang sangat besar, tidak ringan, fisiknya tidak ringan. Tapi saya jamin dananya ada, saya jamin dananya ada untuk semua anak-anak Indonesia makan. Yang sudah tidak perlu (program) makan ya tidak apa-apa. Beri jatahnya kepada yang perlu,” tegas Presiden Prabowo usai meresmikan proyek ketenagalistrikan di 18 provinsi di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, pada 20 Januari 2025.
Prabowo juga menyoroti hambatan dalam distribusi MBG yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga administratif. Ia menekankan pentingnya pengamanan dana agar tidak terjadi penyelewengan. “Proses mengamankan supaya uang yang dikirim tidak hilang, itu ada proses yang harus kita laksanakan. Dan untuk itu membutuhkan waktu. Tapi saya beri penekanan diupayakan cari cara yang terbaik, tercepat supaya semua anak-anak kita bisa merasakan,” tutur Kepala Negara.
Presiden Prabowo kemudian membuka opsi penambahan anggaran sebesar Rp 100 triliun. Penambahan ini bertujuan agar jumlah penerima manfaat dapat mencapai 82,9 juta orang pada akhir 2025.
Dampak Ekonomi dan Anggaran Tambahan
Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sujono Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa anggaran MBG sebesar Rp 71 triliun dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,83%. Dengan penambahan Rp 100 triliun, dampak ekonomi diperkirakan mencapai 1,95% hingga 2%.
“Kenapa? karena uang ini akan disuntik sedang dan akan kepada pelaku ekonomi di tingkat yang paling besar dasar yaitu di pedesaan untuk apa? beli telor, beli ayam, beli sayuran, kelor, beli ikan, beli nasi, beli jagung dan sebagainya,” papar Hashim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang masih menjabat saat itu, mengonfirmasi penambahan anggaran tersebut. “Ditambah Rp 100 triliun maka jadi Rp171 triliun, jumlah sentranya akan meningkat, maka saya berharap ini akan menimbulkan multiplier yang luar biasa bagi UMKM di seluruh Indonesia,” kata Sri Mulyani di sela-sela BRI Microfinance Outlook 2025, pada 30 Januari 2025.
Dengan total anggaran Rp 171 triliun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan ekspansi program dengan dua opsi: moderat dan optimistis. Target moderat memperkirakan penambahan 15.000 Satuan Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur tempat memasak makanan, sementara target optimistis mencapai 28.000 SPPG. Jumlah penerima manfaat juga diperkirakan melonjak signifikan, menjadi 40 juta (moderat) atau 82,9 juta (optimistis) pelajar, wanita hamil, dan balita.
Kemenkeu memperkirakan kontribusi program ini terhadap PDB sebesar 0,7%, keterlibatan tenaga kerja sekitar 185 ribu orang, dan pengurangan kemiskinan sebesar 0,19 poin persentase.
Anggaran Tak Terserap Maksimal
Namun, pada Oktober 2025, anggaran Rp 171 triliun dalam program MBG tidak mampu terserap maksimal. Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa BGN mengembalikan anggaran Rp 70 triliun kepada Presiden Prabowo Subianto karena kemungkinan dana ini tidak dapat terserap tahun ini. “Tahun ini, BGN menerima alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun, ditambah dana standby Rp 100 triliun. Dari total tersebut, Rp 99 triliun berhasil terserap, sementara Rp 70 triliun dikembalikan kepada Presiden Republik Indonesia karena kemungkinan tidak terserap di tahun ini,” ungkap Dadan.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menggantikan Sri Mulyani, menuturkan dirinya tidak mengetahui rencana pengembalian anggaran tersebut. Menurut Purbaya, anggaran tambahan Rp 100 triliun yang sempat diminta BGN belum dialokasikan oleh Kementerian Keuangan. Artinya, Kemenkeu hanya memasukkan Rp 71 triliun dalam pagu APBN 2025. “Itu belum dianggarkan betul, jadi sebetulnya uangnya belum ada,” tegas Purbaya setelah APBN KITA, pada Selasa, 14 Oktober 2025. “Dari anggaran yang dia minta dulu belum kita alokasikan,” tambahnya.
Per 3 Oktober 2025, serapan anggaran MBG masih rendah, yakni hanya sebesar Rp 20,6 triliun, setara dengan 29% dari pagu Rp 71 triliun. Hingga akhir November 2025, serapan mencapai Rp 52,9 triliun, atau 74,6% dari target pagu APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 71 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara melaporkan bahwa per Kamis, 18 Desember 2025, program MBG telah menjangkau 50,7 juta penerima manfaat dari total target 82,9 juta penerima. “Ini luar biasa. Program ini sudah memberi makan anak-anak kita, siswa, dan ibu hamil. Saat ini sudah 50,7 juta penerima yang menerima makan bergizi gratis setiap hari,” kata Suahasil dalam APBN KITA edisi Desember 2025.
Proyeksi Anggaran MBG 2026
Dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026 yang dikutip pada Rabu, 20 Agustus 2025, pemerintah berencana mengalokasikan Rp 335 triliun untuk program MBG sepanjang tahun 2026. Anggaran ini meningkat tajam sebesar 96% dari anggaran tahun 2025 yang sebesar Rp 171 triliun. Dana tersebut ditargetkan untuk 82,9 juta peserta yang terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, balita, hingga usia sekolah, dengan tujuan memperkuat kualitas sumber daya manusia sejak dini melalui pemenuhan gizi.
Anggaran akan digunakan untuk mengolah sumber pangan lokal guna memenuhi standar gizi sesuai usia dan jenis kelamin penerima manfaat. Menu akan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan, hingga susu sebagai pelengkap. “Program ini juga mengutamakan penggunaan sumber pangan lokal dengan tetap menjamin kecukupan kandungan gizi, keberagaman, kualitas, keamanan dan keterjangkauan makanan,” demikian tertulis dalam dokumen tersebut.
Penyaluran MBG pada 2026 akan tetap dilakukan melalui Satuan Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bekerja sama dengan ahli gizi. Pelaksanaan MBG juga akan melibatkan UMKM lokal di sektor makanan dan minuman sebagai mitra, diharapkan dapat memberikan multiplier effect yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. “Kerjasama dengan petani dan pelaku UMKM juga sangat diperlukan untuk mendukung terlaksananya program ini sehingga kebutuhan pangan dapat tersedia dengan cepat dan efisien,” tulis dokumen RAPBN tersebut.






