Keuangan

Prasasti Center Peringatkan: Indonesia Hadapi Jurang Peradaban, Butuh Lompatan Besar Kejar Daya Saing Global

JAKARTA – Lembaga kajian kebijakan publik, Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti), menyoroti kebutuhan mendesak Indonesia untuk melakukan lompatan besar demi mengejar ketertinggalan daya saing di kancah global. Peringatan ini disampaikan dalam forum “Refleksi Akhir Tahun 2025 untuk Membangun Masa Depan” yang diselenggarakan di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, pada Senin malam (29/12/2025).

Burhanuddin Abdullah, Board of Advisors Prasasti sekaligus Ketua Dewan Pembina BACenter, mengakui berbagai capaian pembangunan sepanjang tahun 2025 patut diapresiasi. Namun, ia menegaskan bahwa upaya tersebut belum cukup untuk menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

“Catatan perjalanan Indonesia dalam satu tahun terakhir patut diapresiasi. Berbagai langkah pembangunan yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, BUMN, UMKM, koperasi, dan masyarakat menunjukkan upaya bersama menuju perbaikan kualitas hidup,” ujar Burhanuddin dalam kesempatan tersebut.

Kesenjangan Indikator Daya Saing Global

Burhanuddin lebih lanjut memaparkan bahwa sejumlah indikator kunci menunjukkan Indonesia masih tertinggal signifikan. Dalam Global Talent Competitiveness Index, posisi Indonesia tercatat menurun dari peringkat 65 pada tahun 2020 menjadi 73 pada tahun 2024. Penurunan ini mengindikasikan tantangan serius dalam pengembangan talenta nasional.

Selain itu, Human Capital Index (HCI) Indonesia baru mencapai angka 0,56. Angka ini mengkhawatirkan karena merefleksikan potensi produktivitas sumber daya manusia di masa depan.

“Artinya, seorang anak Indonesia saat ini baru tumbuh dengan sekitar 56 persen dari potensi produktivitas maksimalnya di masa depan,” jelas Burhanuddin.

Kesenjangan juga tampak jelas pada aspek produktivitas tenaga kerja. Indonesia hanya mencatat sekitar 28.000 dollar AS per pekerja. Angka ini jauh di bawah Singapura yang melampaui 150.000 dollar AS dan Malaysia yang mencapai sekitar 55.000 dollar AS per pekerja.

Di sektor inovasi, data paten per satu juta penduduk menunjukkan Indonesia hanya mencatat 84 paten sepanjang periode 2000–2023. Capaian ini sangat tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Korea Selatan yang memiliki angka jauh lebih tinggi.

“Ini bukan sekadar kesenjangan, tetapi jurang peradaban,” tegas Burhanuddin, menggambarkan betapa seriusnya situasi ini.

Lompatan Besar dan Konsistensi Kebijakan

Melihat kondisi tersebut, Burhanuddin menilai bahwa Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan perbaikan bertahap. Diperlukan sebuah “lompatan besar” untuk meningkatkan daya saing secara berkelanjutan dan fundamental.

Melalui forum refleksi akhir tahun ini, Prasasti dan BACenter berharap dapat menyediakan pijakan intelektual dan moral bagi para pemangku kepentingan. Tujuannya adalah untuk menata arah pembangunan nasional ke depan dengan keberanian mengambil lompatan besar, konsistensi dalam kebijakan, serta peneguhan nilai-nilai kemanusiaan sebagai fondasi peradaban.

Mureks