Keuangan

Industri Batubara Nasional Diproyeksikan Terus Hadapi Tekanan Berat Akibat Dinamika Global hingga 2026

Industri pertambangan batu bara nasional diperkirakan masih akan menghadapi tantangan signifikan hingga tahun 2026. Tekanan ini bersumber dari dinamika perekonomian global, arah kebijakan energi dunia, serta peningkatan beban biaya operasional dan regulasi. Meskipun demikian, permintaan batu bara Indonesia dinilai masih cukup stabil, terutama dari negara-negara di Asia yang mengandalkan komoditas ini untuk menjaga ketahanan energi mereka.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani, menjelaskan bahwa prospek industri batu bara pada tahun 2026 sangat bergantung pada kondisi ekonomi global dan kebijakan energi dari negara-negara konsumen. Dari sisi permintaan, batu bara Indonesia tetap dibutuhkan, meskipun dengan pertumbuhan yang terbatas.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Permintaan Stagnan dan Harga Volatil

“Berdasarkan data yang kami miliki, permintaan impor batu bara global saat ini cenderung stagnan dan hanya mengalami peningkatan terbatas di kisaran 0,5 persen,” ujar Gita, sebagaimana dikutip dari Kontan.co.id pada Senin (29/12/2025).

Pergerakan harga batu bara juga dinilai masih sulit diprediksi akibat volatilitas yang tinggi dan pengaruh berbagai faktor eksternal. Dengan kondisi tersebut, tren harga batu bara pada tahun 2026 diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2025. Meskipun demikian, pelaku usaha tetap berharap adanya perbaikan harga untuk menciptakan ruang yang lebih positif bagi industri.

Tekanan lain datang dari transisi energi global. Namun, dalam jangka menengah, batu bara masih memegang peran penting sebagai sumber energi bagi banyak negara berkembang, mengingat keandalan pasokan dan keterjangkauan harganya. Pasar utama ekspor batu bara Indonesia hingga kini masih didominasi oleh kawasan Asia, seperti China, India, Korea Selatan, serta negara-negara Asia Tenggara. Namun, pola permintaan dari negara-negara tersebut semakin selektif.

Tantangan Kebijakan Domestik dan Biaya Produksi

Dari sisi kebijakan domestik, Gita menyebut bahwa kebijakan domestic market obligation (DMO), royalti, dan perizinan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga ketahanan energi nasional dan penerimaan negara. “Kewajiban tersebut pada prinsipnya telah menjadi komitmen pelaku usaha dan dari tren yang ada, realisasi DMO batu bara selama ini dapat dipenuhi dengan baik,” tegasnya.

Namun, tantangan utama industri terletak pada kebijakan harga jual batu bara untuk kelistrikan sebesar 70 dollar AS per ton yang telah berlaku sejak tahun 2018, sementara tekanan biaya produksi terus meningkat. Selain itu, pelaku usaha juga mencermati adanya selisih antara harga batu bara acuan (HBA) yang digunakan sebagai dasar perhitungan kewajiban dengan harga jual aktual, yang dinilai memengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Tantangan industri semakin kompleks pada tahun 2025 dan diperkirakan akan berlanjut hingga 2026. Dari sisi teknis, penerapan kebijakan biodiesel B40 meningkatkan biaya produksi secara signifikan serta berdampak pada operasional alat berat dan biaya pemeliharaan. Dari sisi nonteknis, muncul berbagai wacana kebijakan, seperti target penurunan produksi, penerapan bea keluar batu bara, perubahan kebijakan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) menjadi 50 persen, hingga larangan penggunaan jalan umum di Sumatera Selatan per 1 Januari 2026.

Mureks