Sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau Coretax administration system (CTAS) resmi diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pada 1 Januari 2025. Sistem ini merupakan bagian dari transformasi pelayanan wajib pajak dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi, yang telah dikerjakan selama kurang lebih tujuh tahun dengan anggaran mencapai Rp 1,39 triliun.
Namun, gebrakan Coretax tak semulus yang dibayangkan. Sejak awal tahun, sistem perpajakan canggih ini mengalami sejumlah kendala masif, membuat aktivitas administrasi pajak tersendat di berbagai sektor. Permasalahan ini mencuat saat musim pelaporan SPT Tahunan 2025.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sanny Iskandar, menyoroti kurangnya sosialisasi pemerintah dan banyaknya masalah saat implementasi, bukan hanya pada tahap uji coba. “Jadi saya rasa DJP (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) memulai ini sudah cukup baik, namun persiapan dan sosialisasinya ini harus lebih ditekankan lah,” kata Sanny seusai acara Indonesia Business Council di Jakarta, Senin malam (13/1/2025).
Ia menambahkan, “Soalnya sekarang ini banyak yang pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab mengenai penerbitan fakturnya, segala macam lah. Jadi ini yang menjadi PR kita lah, khususnya dari Kementerian Keuangan.”
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan saat itu, Suryo Utomo, mengakui kendala utama yang muncul adalah kesulitan wajib pajak dalam membuat faktur pajak. “Kendala yang muncul saat Coretax diimplementasikan, ada satu kesulitan bagi WP buat faktur pajak,” papar Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kita 2024, Senin (6/1/2025).
Masalah faktur pajak ini merugikan wajib pajak karena tingginya permintaan akses membuat permintaan sertifikat digital tidak dapat dilakukan. Akibatnya, banyak perusahaan tidak bisa mengakses faktur pajaknya.
DPR Turun Tangan dan Pengakuan Sri Mulyani
Sejumlah kendala dalam Coretax memaksa Komisi XI DPR RI memanggil Dirjen Pajak pada awal Februari 2025 untuk rapat tertutup. Pada bulan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan banyaknya keluhan publik terkait Coretax.
“Saya tahu beberapa dari Anda masih mengeluh tentang Coretax. Kami akan terus memperbaikinya,” ujar Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum, Selasa (11/2/2025). Ia juga mengakui bahwa membangun sistem serumit Coretax, yang menangani lebih dari 8 miliar transaksi, bukanlah hal mudah.
Di tengah tekanan publik, DJP merilis keterangan resmi pada periode 24 Maret hingga 20 April 2025, menyatakan bahwa sistem aplikasi Coretax menunjukkan performa stabil. Namun, tercatat adanya fluktuasi waktu tunggu (latensi) saat volume transaksi meningkat signifikan pada fungsi tertentu. Aplikasi Coretax bahkan sempat tidak bisa diakses sejak Selasa (1/4/2025) malam hingga Rabu (2/4/2025) siang.
Dalam surat pengumuman Ditjen Pajak nomor PENG-24/PJ.09/2025, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menjelaskan bahwa waktu henti tersebut disebabkan upaya menjaga keandalan sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak. Hingga paruh kedua 2025, keluhan mengenai laman Coretax yang tidak bisa diakses atau forced close masih sering muncul di media sosial.
Intervensi Menteri Keuangan Purbaya
Perbaikan Coretax kembali menjadi sorotan setelah Purbaya Yudhi Sadewa dilantik sebagai Menteri Keuangan pada September 2025. Purbaya menegaskan komitmennya untuk melakukan perbaikan agar sistem dapat segera beroperasi secara kuat.
“Kemudian Coretax saya akan lihat akan seperti apa kalau ada perlambatan kita perbaiki ke depan 1 bulan harusnya bisa,” katanya dalam Konferensi Pers APBN KITA, Senin (22/9/2025).
Direktur Jenderal Perpajakan Bimo Wijayanto, yang juga baru dilantik pada pertengahan tahun, membenarkan adanya downtime terencana untuk pemeliharaan sistem. “Kita sekarang dalam tahap stabilisasi dan perbaikan bertahap untuk jangka panjang lebih handal dan akhir 2025 bisa smooth kita harap,” ujar Bimo.
Purbaya kemudian mengungkapkan permasalahan utama Coretax, yakni kurangnya quality control saat LG sebagai kontraktor menyerahkan hasil pekerjaannya. “Tapi yang jelas pada waktu delivery-nya, mungkin dugaan saya sih enggak dicek dengan baik, sehingga sebelum dipakai itu belum dicoba dulu. Harusnya sebelum dipakai dirilis betulan diuji coba,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya pengujian dan perbaikan program komputer secara terus-menerus dari tahap perancangan hingga setelah beroperasi, untuk meminimalkan masalah saat peluncuran.
Uji Coba dan Target Aktivasi
Menjelang pelaporan SPT Tahunan 2026, Purbaya memastikan uji coba terhadap Coretax telah dilakukan dan berjalan baik. Bahkan, sistem ini sudah diuji bersama 60.000 orang. “Coretax sudah diperbaiki dan berjalan dengan baik. Ke depan akan kita perbaiki terus. Kita sudah tes 60.000 orang dan bisa berjalan dengan baik,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KITA, Kamis (18/12/2025).
Dalam program Tax Time CNBC Indonesia pada November 2025, Bimo Wijayanto menegaskan kebijakan berkelanjutan untuk memperkuat Coretax. Ia mengakui sistem ini sangat besar, dirancang untuk melayani 80 juta wajib pajak, sementara saat ini baru ada sekitar 14 juta wajib pajak di Indonesia.
Bimo mencatat, dari 14 juta wajib pajak, baru sekitar 3 juta atau 21% yang telah mengaktivasi akun di sistem Coretax. Padahal, Coretax adalah layanan digital sistem perpajakan yang menjadi hak wajib pajak. “Jadi sekali lagi, teman-teman masyarakat silahkan segera mengaktivasi akun wajib pajaknya, segera buat kode otorisasi supaya hak masyarakat untuk mendapatkan layanan digital perpajakan itu bisa terpenuhi,” ucap Bimo.
Proses aktivasi akun Coretax cukup mudah melalui coretaxdjp.pajak.go.id, di mana wajib pajak akan memperoleh kode otorisasi dan memasukkan digital signature. “Kemudian submit digital signature yang nantinya mulai dari penerbitan SPT, kemudian faktur pajak, bukti potong, dan berbagai macam layanan elektronis yang lain itu hanya bisa diakses ketika sudah aktivasi tadi,” ungkap Bimo.
Untuk mempersiapkan pelaporan SPT Tahunan pajak 2025 yang akan dilakukan pada 2026 melalui Coretax, DJP telah merancang stress test. “Puluhan ribu karyawan kami akan nge-hit sistem dalam waktu yang sama dan mudah-mudahan November ini kami bisa selesai stress test dan kami confidence bisa dengan sistem yang baru ini bersiap memberikan servis kami yang terbaik bagi wajib pajak, sehingga nantinya mudah-mudahan di Januari 2026 ongoing, moving forward, layanan SPT bisa menjamin kelancaran dan kesuksesan peningkatan penerimaan negara maupun kepatuhan perpajakan,” paparnya.
Hingga 17 Desember 2025, DJP mencatat sebanyak 7,5 juta wajib pajak telah mengaktivasi akun Coretax, dengan target 13 juta aktivasi. Aktivasi ini penting karena laporan SPT tahun pajak 2025 akan dilakukan secara menyeluruh di Coretax mulai awal 2026.






