Nasional

Pengamat: Pengibaran Bendera GAM di Aceh Langgar Hukum dan Cederai Komitmen Perdamaian

Advertisement

Aksi pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di ruang publik dinilai tidak hanya melanggar ketentuan hukum yang berlaku, tetapi juga mencederai komitmen perdamaian Aceh yang telah dibangun melalui proses panjang pascakonflik. Penilaian ini muncul menyusul pembubaran aksi serupa di Kota Lhokseumawe, Aceh, pada Jumat (26/12).

Pengamat kebijakan publik dan Guru Besar Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menegaskan bahwa simbol GAM memiliki makna historis dan politik yang kuat, berkaitan langsung dengan gerakan separatis bersenjata di masa lalu. Oleh karena itu, kemunculannya di ruang publik tidak bisa dipandang sebagai ekspresi biasa.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

“Perdamaian Aceh adalah hasil kesepakatan besar yang mengakhiri konflik puluhan tahun. Pengibaran simbol GAM di ruang publik bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk pengingkaran terhadap semangat perdamaian itu sendiri,” kata Trubus, Jumat (26/12).

Trubus menilai, aksi semacam itu berpotensi memicu ketegangan sosial dan membuka kembali luka lama masyarakat Aceh yang telah berupaya bangkit dan menata kehidupan dalam suasana damai.

Pembubaran Aksi di Lhokseumawe

Sebelumnya, prajurit TNI AD dari Korem 011/Lilawangsa membubarkan aksi sekelompok masyarakat yang membawa bendera GAM di Kota Lhokseumawe. Dalam pembubaran tersebut, aparat mengamankan sepucuk senjata api jenis pistol dan senjata tajam rencong.

Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran menjelaskan, pembubaran dilakukan saat kelompok tersebut beraksi di tengah jalan nasional lintas Banda Aceh–Medan, tepatnya di Simpang Kandang, Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Akibat aksi ini, arus lalu lintas sempat terganggu.

Meski sempat diwarnai ketegangan, pembubaran berlangsung tanpa kekerasan. Setelah dilakukan pendekatan persuasif, spanduk dan kain umbul-umbul menyerupai bendera GAM diserahkan secara sukarela oleh massa, yang kemudian membubarkan diri.

Ali Imran menegaskan, pembubaran dilakukan secara persuasif dan mendapat dukungan dari masyarakat sekitar. Dalam proses tersebut, prajurit TNI mengamankan seorang pria yang diduga sebagai provokator karena membawa tas berisi senjata api pistol dan senjata tajam rencong.

Advertisement

Peran Putra Daerah dalam Penegakan Hukum

Trubus Rahardiansah mengapresiasi pendekatan yang dilakukan aparat, terutama karena pembubaran dipimpin langsung oleh Danrem yang merupakan putra daerah Aceh. Hal ini, menurut Trubus, menunjukkan pemahaman sosial dan kultural yang kuat terhadap sensitivitas masyarakat setempat.

“Ketika penegakan hukum dilakukan oleh figur yang juga anak Aceh, pesan yang sampai bukan represif, tetapi ajakan menjaga martabat Aceh sebagai wilayah yang telah memilih jalan damai,” ujar Trubus.

Ia menekankan bahwa perdamaian Aceh bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga komitmen bersama seluruh elemen masyarakat untuk tidak kembali pada simbol, narasi, dan tindakan yang berpotensi memecah belah.

“Menjaga perdamaian Aceh berarti menghormati kesepakatan yang sudah dicapai. Setiap tindakan yang mengarah pada glorifikasi simbol konflik masa lalu jelas mencederai komitmen itu,” pungkasnya.

Trubus menambahkan, perdamaian Aceh hanya bisa lestari tatkala hukum ditegakkan secara tegas. Menurutnya, masyarakat tidak boleh dikorbankan oleh kepentingan kelompok-kelompok anti perdamaian yang sering kali memanfaatkan situasi Aceh dengan memprovokasi individu atau kelompok masyarakat tertentu untuk mengganggu ketertiban umum.

“Langkah tegas aparat sangat diperlukan agar kepercayaan masyarakat tetap optimal,” ujar dia.

Advertisement
Mureks