Internasional

Pemerintah Resmi Atur Pengelolaan Logam Tanah Jarang, BUMN Jadi Pelaksana Utama

Pemerintah Indonesia secara resmi menerbitkan aturan baru terkait pengelolaan logam tanah jarang (LTJ) di Tanah Air. Kebijakan ini menandai babak baru dalam pemanfaatan mineral strategis tersebut, dengan menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana utama.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 18 Tahun 2025. Regulasi ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 96/2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Menteri ESDM Bahlil telah menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2025 pada 14 November 2025. Inti dari aturan ini adalah pengelolaan logam tanah jarang akan diberikan kepada BUMN. Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto juga telah menerbitkan PP Nomor 39 Tahun 2025 pada 11 September 2025, yang di antaranya mengatur pengelolaan komoditas LTJ atau rare earth element.

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan bahwa LTJ di Indonesia umumnya ditemukan sebagai mineral ikutan dari berbagai fasilitas pengolahan dan pemurnian. Sementara itu, pemanfaatan LTJ dari wilayah usaha pertambangan memerlukan proses eksplorasi terlebih dahulu untuk mengetahui lokasi, jenis kandungan, serta perkiraan cadangan.

“Untuk LTJ, pada umumnya di Indonesia adalah mineral ikutan pada berbagai fasilitas pengolahan dan pemurnian. Sementara yang berdasarkan wilayah usaha pertambangan harus dilakukan eksplorasi lokasi, jenis kandungan LTJ dan perkiraan deposit cadangan,” kata Yuliot kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (20/8/2025).

Pemerintah Serius Garap Logam Tanah Jarang

Kesungguhan pemerintah dalam menggarap mineral strategis seperti LTJ semakin terlihat dengan pembentukan lembaga baru bernama Badan Industri Mineral (BIM) oleh Presiden Prabowo Subianto. Pembentukan badan ini menunjukkan konsentrasi pemerintah terhadap pengembangan LTJ di dalam negeri.

Chairman Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai langkah ini sebagai sinyal positif. “Mungkin pemerintah menginginkan ada konsentrasi untuk pengembangan logam tanah jarang mineral kritis dan strategis. Jadi kalau saya lihat yang studinya kan di bawah Minerba kecuali radioaktif itu kan di bawah BATAN kalau mereka koordinasi nya bagus akan jadi lebih baik,” ujar Irwandy di Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Irwandy juga memandang bahwa LTJ memiliki karakteristik berbeda dari mineral lainnya. Keberadaannya selalu bersama mineral utama seperti emas, timah, nikel, dan bauksit dalam bentuk mineral ikutan. “Prosesnya ini yang belum banyak berkembang di Indonesia. Oleh karena itu mungkin pemerintah menginginkan ini ada percepatan,” tambahnya.

Sebagai informasi, LTJ merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk “critical mineral” yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y). Mineral ini vital untuk bahan baku pembuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di industri pertahanan, seperti material Terfenol-D dan Yttrium aluminium garnet (YAG).

Potensi Besar di Balik Timah

PT Timah Tbk (TINS) turut membeberkan potensi LTJ yang terkandung dalam komoditas timah. Selama ini, penambangan timah dilakukan tanpa optimalisasi mineral strategis yang terkandung sebagai mineral ikutan.

Direktur Pengembangan Usaha TINS, Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara, mengungkapkan bahwa mineral strategis seperti monasit terkandung dalam produk timah. “PT Timah sebenarnya melakukan core mining kompetensinya di mining timah ya, tin. Tapi sebenarnya di situ ada mineral ikutan. Mineral ikutan itu dan salah satunya adalah monasit. Nah kalau saya bicara monasit, nanti akan menjawab apa yang disampaikan tadi, potensi terhadap logam tanah jarang,” jelasnya dalam program Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/11/2025).

Potensi monasit dalam produksi timah diperhitungkan besar, di mana setiap 30 ribu ton timah dapat menghasilkan sekitar 1.500 ton monasit. PT Timah menargetkan penyempurnaan pilot plant hingga 2027 dan memulai tahap komersialisasi pada 2028, dengan catatan seluruh persyaratan teknis dan regulasi terpenuhi. “Insya Allah di 2028 kita running untuk proses komersialisasinya,” tandas Suhendra.

Rincian Aturan Baru Pengelolaan LTJ

Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2025, khususnya Pasal 4, merinci mekanisme pengelolaan LTJ:

  • Berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian potensi LTJ oleh badan geologi, Menteri melakukan inventarisasi wilayah yang dapat ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) LTJ.
  • Menteri menetapkan WIUP LTJ berdasarkan hasil inventarisasi tersebut.
  • Menteri dapat menetapkan BUMN sebagai pelaksana pengusahaan dan pemanfaatan LTJ.
  • Pengusahaan dan pemanfaatan LTJ oleh BUMN diutamakan untuk pengembangan industri prioritas dalam negeri.
  • BUMN yang ditunjuk wajib memenuhi seluruh Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
  • Penetapan BUMN tersebut paling sedikit memuat peta WIUP LTJ, perintah pembayaran kompensasi data informasi dalam 7 hari kerja, dan perintah penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi dalam 7 hari kerja setelah penetapan.
  • Jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka pada bank pemerintah atas nama Menteri qq BUMN. Besaran jaminan adalah Rp 50.000.000 untuk WIUP kurang dari atau sama dengan 40 hektare, atau Rp 1.500.000 per hektare untuk WIUP lebih dari 40 hektare.

Langkah-langkah regulasi ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan dan pemanfaatan LTJ sebagai mineral strategis untuk kepentingan nasional.

Mureks