Keuangan

Parlemen China Revisi UU Perdagangan Luar Negeri, Beri Kewenangan Balas Mitra Dagang dan Batasi Ekspor Strategis

Parlemen China telah menyetujui revisi undang-undang (UU) perdagangan luar negeri yang bertujuan memperkuat kemampuan Beijing dalam menghadapi perang dagang. Aturan baru ini juga akan membatasi pengiriman keluar mineral strategis serta semakin membuka perekonomian China yang bernilai sekitar US$ 19 triliun.

Mengutip Reuters pada Senin (29/12/2025), revisi terbaru Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri ini dijadwalkan berlaku efektif pada 1 Maret 2026. Informasi tersebut dilaporkan kantor berita Xinhua pada Sabtu lalu.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Upaya China Bergabung dengan CPTPP

Langkah ini merupakan bagian dari upaya China merombak kerangka hukum perdagangannya. Tujuannya adalah meyakinkan negara-negara anggota blok perdagangan besar lintas Pasifik, Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitian Trans-Pasifik (CPTPP), bahwa China layak bergabung. Hal ini sejalan dengan upaya Beijing untuk mengurangi ketergantungan terhadap Amerika Serikat.

Undang-undang Perdagangan Luar Negeri pertama kali diadopsi pada tahun 1994 dan telah direvisi tiga kali sejak China bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001, dengan revisi terakhir pada tahun 2022.

Regulasi ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membalas mitra dagang yang membatasi ekspor China. Selain itu, aturan ini juga memungkinkan penerapan mekanisme seperti daftar negatif (negative lists) dan pembukaan sektor-sektor yang sebelumnya dibatasi bagi perusahaan asing.

Fokus Perdagangan Digital dan Perlindungan Kekayaan Intelektual

Dalam revisi terbaru, ditambahkan pula ketentuan bahwa perdagangan luar negeri harus melayani pembangunan ekonomi dan sosial nasional serta membantu membangun China menjadi negara perdagangan yang kuat. Revisi tersebut juga disebut memperluas dan menyempurnakan perangkat hukum China untuk menghadapi tantangan eksternal.

Fokus perubahan kali ini mencakup perdagangan digital dan hijau, serta perlindungan hak kekayaan intelektual. Area-area ini perlu diperkuat China agar memenuhi standar CPTPP. Berbeda dengan pembaruan pada tahun 2020 yang menitikberatkan pada instrumen pertahanan dagang menyusul perang tarif selama pemerintahan Presiden AS Donald Trump periode pertama, revisi kali ini lebih diarahkan pada penyesuaian standar perdagangan internasional modern.

Antisipasi Gugatan Sektor Swasta

Para diplomat perdagangan menyebut Beijing juga memperjelas redaksi kewenangan pemerintah untuk mengantisipasi potensi gugatan dari perusahaan swasta, yang perannya kian menonjol di China.

“Kementerian-kementerian menjadi lebih khawatir tentang kritik dari sektor swasta,” kata seorang diplomat perdagangan Barat dengan pengalaman puluhan tahun bekerja dengan China. Ia menambahkan, “China adalah negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum, jadi pemerintah dapat menghentikan pengiriman perusahaan, tetapi membutuhkan alasan.”

Ke depan, pemerintah China juga berpotensi semakin sering berseberangan dengan sektor swasta ketika menerapkan larangan menyeluruh. Contohnya adalah pelarangan impor seluruh produk makanan laut dari Jepang. Kebijakan tersebut muncul di tengah ketegangan yang berlanjut antara dua ekonomi terbesar Asia terkait isu Taiwan dan perdagangan, menurut para diplomat perdagangan. Konflik serupa juga terjadi pada November lalu, ketika pemerintah Prancis menangguhkan platform e-commerce China, Shein, di tengah polemik penjualan boneka seks berwujud menyerupai anak-anak ke pasar Prancis.

Mureks