JAKARTA, 29 Desember 2025 – Sektor pendidikan vokasi di Indonesia kerap dinilai sebagai “jalan cepat” menuju dunia kerja. Namun, realitas di lapangan masih menunjukkan tantangan signifikan, terutama dengan tingkat pengangguran terbuka lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang masih menyentuh angka 8% pada Februari 2025. Angka ini bahkan lebih tinggi dibandingkan jenjang pendidikan lain, menjadi pengingat keras akan ketidakselarasan antara kurikulum vokasi dan kebutuhan industri.
Kesenjangan inilah yang coba dijawab oleh buku “Vokasi Tumbuh, Indonesia Tangguh”. Dalam ulasannya, Tatang Muttaqin, seorang Fellow di Groningen Research Centre for Southeast Asia and ASEAN, menyebut buku ini bukan sekadar laporan teknokratis, melainkan sebuah peta jalan komprehensif yang mengurai mengapa pendidikan vokasi yang dirancang untuk menyiapkan tenaga terampil justru masih menyumbang pengangguran terdidik.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Pilar Strategis yang Tersandung Paradigma Lama
Sejak awal, buku ini menempatkan pendidikan vokasi sebagai pilar strategis dalam transformasi ekonomi berbasis pengetahuan, inovasi, dan produktivitas, guna menyongsong Visi Indonesia Emas 2045. Namun, Tatang Muttaqin menyoroti bagaimana harapan ini kerap tersandung paradigma lama yang masih supply-driven. Sekolah dan lembaga pelatihan cenderung sibuk “memproduksi” lulusan tanpa sepenuhnya selaras dengan dinamika kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja (DUDIKA) yang bergerak cepat.
Analisis diagnostik dalam buku tersebut mengurai berbagai tantangan secara lugas. Konsep taut-suai (link and match) yang selama ini digaungkan, menurut ulasan Tatang Muttaqin, seringkali terjebak pada kuantitas kemitraan, bukan kualitasnya. Banyak kerja sama dengan industri bersifat seremonial dan belum menyentuh inti pembelajaran, kurikulum, serta penguatan kompetensi peserta didik secara mendalam.
Kualitas Pendidik dan Metode Pembelajaran
Kualitas pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) juga menjadi sorotan utama. Buku ini secara jujur mengakui bahwa revitalisasi vokasi tidak akan berjalan tanpa guru dan instruktur yang relevan dengan kebutuhan industri. Kekurangan guru produktif, ketidaksesuaian kompetensi pengajar dengan perkembangan teknologi, serta minimnya skema pengembangan kapasitas PTK diidentifikasi sebagai hambatan nyata. Meskipun demikian, upaya peningkatan kompetensi PTK yang sudah dilakukan juga dicatat, menunjukkan adanya pergerakan ke arah perubahan, meski belum merata.
Di sisi pembelajaran, buku ini menekankan pentingnya metode berbasis pabrik (teaching factory) dan berbasis proyek (project based learning) sebagai kunci menjembatani dunia pendidikan dengan dunia kerja. Pembelajaran tidak lagi berhenti pada simulasi, melainkan harus berbasis proyek nyata yang menumbuhkan etos kerja, kewirausahaan, dan produktivitas. Dorongan agar SMK negeri lebih fleksibel melalui pola keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) juga menunjukkan progresivitas dalam tata kelola pendidikan.
Menghadapi Disrupsi Global dan Kesenjangan Keahlian
Buku “Vokasi Tumbuh, Indonesia Tangguh” juga tidak mengabaikan perubahan global, termasuk disrupsi industri 4.0, kecerdasan buatan, dan ekonomi hijau. Fenomena ini diposisikan sebagai tantangan sekaligus peluang. Dunia kerja kini tidak hanya membutuhkan narrow skills, tetapi juga broad competencies yang mencakup kemampuan berpikir kritis, adaptasi teknologi, kolaborasi, dan pembelajaran sepanjang hayat. Oleh karena itu, urgensi pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan (reskilling-upskilling) menjadi keniscayaan.
Analisis spektrum keahlian SMK dalam buku ini juga memperlihatkan masalah klasik: dominasi kompetensi tradisional yang tidak selalu sejalan dengan potensi ekonomi daerah. Ketidakselarasan ini menimbulkan kesenjangan struktural antarwilayah. Buku tersebut dengan cermat memetakan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah, variasi keselarasan antarprovinsi, hingga jurang antara realitas ekonomi dan kompetensi lulusan vokasi.
Rekomendasi Kebijakan Komprehensif
Sebagai jalan keluar, buku ini menyodorkan rekomendasi kebijakan yang relatif komprehensif. Pendekatan pemetaan pemangku kepentingan menegaskan bahwa revitalisasi pendidikan vokasi tidak bisa dikerjakan oleh satu aktor saja. Pemerintah pusat dan daerah, DUDIKA, asosiasi industri, hingga UMKM harus duduk dalam satu ekosistem kolaboratif. Penguatan peran Tim Koordinasi Nasional Vokasi (TKNV) dan Tim Koordinasi Daerah Vokasi (TKDV) menjadi fondasi penting untuk menyelaraskan kebijakan lintas sektor.
Rekomendasi strategis yang diajukan mencakup:
- Tata kelola spektrum keahlian yang dinamis dan berbasis data.
- Pengembangan kompetensi PTK yang beragam.
- Revitalisasi kurikulum dengan integrasi transversal skills.
- Dorongan kewirausahaan melalui pembelajaran berbasis pabrik dan proyek.
Gagasan moratorium terpandu untuk program keahlian yang tidak relevan juga menunjukkan keberanian dalam mengambil keputusan sulit demi kualitas jangka panjang.
Potret Jujur dan Solusi Aplikatif
Tatang Muttaqin mengakui bahwa buku ini mungkin terasa padat dan cenderung sangat kebijakan-sentris, sehingga pembaca awam mungkin membutuhkan energi ekstra untuk mencernanya. Namun, kekurangan tersebut tidak mengurangi esensi utamanya dalam menghadirkan potret jujur tentang peluang dan tantangan pendidikan vokasi Indonesia, sekaligus menawarkan solusi yang siap diterapkan.
Pada akhirnya, buku “Vokasi Tumbuh, Indonesia Tangguh” sangat layak dibaca oleh pegiat pendidikan vokasi, akademisi, dan para pengambil kebijakan. Buku ini mengingatkan bahwa cita-cita Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai hanya dengan slogan, tetapi membutuhkan keberanian untuk membenahi sistem, menyelaraskan suplai dan kebutuhan, serta menempatkan pendidikan vokasi sebagai motor penggerak SDM unggul yang terserap, tersertifikasi, dan berdaya saing global.






