Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan untuk memanggil Atalia Praratya, istri dari mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BUMD. Langkah ini menyusul pemeriksaan terhadap Ridwan Kamil yang telah dilakukan KPK sebelumnya.
“Tentu terbuka kemungkinan untuk KPK kemudian melakukan pemanggilan kepada Saudari AT (Atalia),” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Selasa (23/12/2025).
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Atalia Praratya, yang saat ini sedang dalam proses perceraian dengan Ridwan Kamil di Pengadilan Agama Bandung, disebut-sebut berpotensi dimintai keterangan setelah KPK mengungkap adanya aliran dana nonbujeter pengadaan iklan Bank BUMD yang mengalir ke Ridwan Kamil.
Budi Prasetyo belum merinci jadwal pemanggilan Atalia. Ia menyatakan bahwa hal tersebut masih menunggu perkembangan penyidikan yang sedang berjalan. “Nanti kita akan lihat perkembangannya seperti apa dan penyidik pasti akan mendalami secara menyeluruh sejak awal dari proses pengondisian dalam pengadaan barang dan jasanya,” jelas Budi.
KPK juga akan fokus mendalami pengelolaan dana nonbujeter di Corporate Secretary (Corsec) Bank BJB. “Kemudian pengelolaan dana nonbujeter di Corsec BJB seperti apa, manajemennya. Kemudian diperuntukkan untuk siapa dan apa saja itu juga kemudian menjadi fokus penyidik untuk mendalami secara menyeluruh,” tambah Budi.
KPK Telusuri Aliran Dana Nonbujeter
Sebelumnya, nama Lisa Mariana sempat muncul sebagai salah satu pihak yang diduga menerima aliran dana dari Ridwan Kamil. Menanggapi pertanyaan mengenai kemungkinan adanya pihak lain selain Lisa yang menerima aliran dana, Budi Prasetyo menyatakan, “Belum bisa kami sebutkan. Mungkin ada, ini masih terus didalami aliran ke mana saja.”
KPK menegaskan bahwa dalam penanganan perkara ini, pihaknya bekerja dengan prinsip follow the money. Artinya, siapa pun yang diduga berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani dapat dimintai keterangan.
“Pemanggilan seseorang dalam proses penyidikan perkara khususnya terkait dengan perkara BJB ini tentu berbasis pada informasi ataupun bukti awal yang kemudian menjadi basis penyidik untuk meminta keterangan kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui terkait dengan konstruksi perkara maupun terkait dengan aliran-aliran uang tersebut,” imbuh Budi.
KPK sebelumnya telah mengungkapkan bahwa dana nonbujeter senilai sekitar Rp 200 miliar, yang bersumber dari sebagian anggaran belanja iklan Bank BJB, mengalir ke sejumlah pihak, termasuk Ridwan Kamil. “Di mana dana nonbujeter ini bersumber dari sebagian anggaran yang semestinya digunakan untuk belanja iklan di BJB, tapi sebagiannya, sekitar 50 persen, ya ada Rp 200-an miliar begitu, itu masuk ke dana nonbujeter yang dikelola di Corsec BJB,” terang Budi pada Rabu (17/12/2025).
“Di mana dana nonbujeter ini mengalir ke sejumlah pihak kehidupan, di antaranya yang ditelusuri dan diduga adalah mengalir ke Saudara RK,” sambungnya.
Ridwan Kamil Sambut Baik Pemeriksaan
Ridwan Kamil sendiri telah diperiksa oleh KPK selama sekitar 6 jam pada Selasa (2/12/2025). Usai pemeriksaan, ia menyatakan rasa syukurnya. “Ya jadi pertama, saya sangat bahagia karena ini momen yang ditunggu-tunggu, berbulan-bulan ingin melakukan klarifikasi kan ya,” kata Ridwan Kamil kepada wartawan.
Ia menambahkan, “Nah hari ini saya sudah melakukan klarifikasi sebagai penghormatan pribadi pada supremasi hukum, tanggung jawab sebagai warga negara, memberikan keterangan seluas-luasnya, tanggung jawab pribadi sebagai anak bangsa untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas.”
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Yuddy Renaldi selaku eks Direktur Utama Bank BJB, Widi Hartono (WH) yang menjabat Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB, serta Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan Sophan Jaya Kusuma (RSJK) selaku pihak swasta.
Perbuatan kelima tersangka diduga telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 222 miliar. KPK menduga duit tersebut masuk sebagai dana pemenuhan kebutuhan nonbujeter. Para tersangka saat ini belum ditahan, namun KPK telah meminta Ditjen Imigrasi untuk mencegah mereka ke luar negeri selama enam bulan, dengan kemungkinan perpanjangan sesuai kebutuhan penyidikan.






