Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan. Penyidik KPK resmi melimpahkan tersangka dan barang bukti atau tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Selasa, 30 Desember 2025.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi pelimpahan tersebut dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. “Pada hari Selasa, 30 Desember 2025, Penyidik melakukan limpah ke JPU KPK dalam perkara suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung untuk tersangka HH [Hasbi Hasan], yakni untuk perkara suap yang pemberinya ME [Menas Erwin],” ujar Budi kepada wartawan, Rabu (31/12).
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Budi menambahkan, “Pelimpahan berkas perkara dilakukan di Lapas Sukamiskin.”
Dengan pelimpahan ini, JPU KPK akan segera menyusun surat dakwaan. Hasbi Hasan dijadwalkan akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Selanjutnya dalam waktu 14 hari ke depan, Jaksa Penuntut Umum akan menyiapkan berkas dakwaannya untuk kemudian dilimpah ke Pengadilan Negeri,” jelas Budi.
Sementara itu, berkas perkara Menas Erwin Djohansyah, pemberi suap dalam kasus ini, telah lebih dahulu dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung pada 11 Desember 2025.
Dugaan Suap Rp 9,8 Miliar dari Menas Erwin
KPK mengungkap Hasbi Hasan diduga menerima uang suap sebesar Rp 9,8 miliar dari Direktur Utama PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah. Uang tersebut merupakan uang muka atau down payment (DP) untuk memenangkan beberapa perkara yang diurus Menas di MA.
Kasus ini bermula pada awal 2021 ketika Erwin meminta dikenalkan dengan Hasbi Hasan melalui rekannya, Fatahillah Ramli. Menas kemudian menyampaikan adanya sejumlah perkara dari rekannya yang membutuhkan bantuan Hasbi Hasan.
Ada lima perkara yang diurus oleh Menas, meliputi:
- Perkara sengketa lahan di Bali dan Jakarta Timur;
- Perkara sengketa lahan Depok;
- Perkara sengketa lahan di Sumedang;
- Perkara sengketa lahan di Menteng; dan
- Perkara sengketa lahan tambang di Samarinda.
Beberapa kali pertemuan antara Menas dan Hasbi terjadi untuk membahas pengurusan perkara tersebut. Hasbi sempat meminta agar pertemuan dilakukan di tempat tertutup, yang disetujui Menas dan diurus oleh Fatahillah.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung dari Maret hingga Oktober 2021 di berbagai lokasi. Dari sana, Hasbi menyepakati permintaan Menas dan menyampaikan biaya pengurusan untuk masing-masing perkara dengan besaran yang berbeda.
Namun, tidak semua perkara yang diurus Menas berhasil dimenangkan. Akibatnya, beberapa uang muka yang telah diserahkan diminta untuk dikembalikan oleh Hasbi.
Kasus Suap Lain dan TPPU Hasbi Hasan
Sebelumnya, Hasbi Hasan juga telah diadili dalam perkara suap pengurusan perkara lain di MA. Dalam kasus tersebut, Hasbi menerima suap Rp 11,2 miliar melalui mantan Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto. Uang itu berasal dari debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka, untuk mengondisikan putusan perkara di MA sesuai keinginannya.
Dalam perkara ini, Hasbi Hasan divonis 6 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 3,8 miliar. Vonis ini telah dikuatkan di tingkat banding dan kasasi. Sementara itu, Dadan Tri Yudianto divonis 8 tahun penjara dan putusannya telah inkrah di tingkat kasasi MA.
Selain itu, Hasbi Hasan juga diduga menerima lima gratifikasi sejak Januari 2021 hingga Februari 2022, yang diduga terkait dengan tugas dan wewenang jabatannya sebagai Sekretaris MA.
Pada 5 Maret 2024, KPK mengembangkan perkara suap yang menjerat Hasbi Hasan ke dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Meskipun KPK belum mengumumkan secara resmi identitas tersangka TPPU, informasi yang diperoleh kumparan menyebutkan bahwa Hasbi Hasan kembali dijerat sebagai tersangka, kali ini bersama penyanyi Windy Idol.





